KABAR BESUKI - Penyebaran secara cepat pada kasus Covid-19 varian Delta telah mendorong peningkatan infeksi sebesar 50 persen di Inggris sejak Mei, sebuah studi prevalensi besar yang dipimpin oleh Imperial College London menemukan pada hari Kamis, 17 Juni 2021 setelah Perdana Menteri Boris Johnson menunda berakhirnya pembatasan.
Pemerintah mengatakan data tersebut mendukung keputusan Johnson untuk mendorong kembali berakhirnya pembatasan Covid-19 di Inggris hingga 19 Juli mendatang, dengan alasan ancaman varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India, dan kebutuhan untuk memvaksinasi lebih banyak orang.
Putaran terakhir dari survei prevalensi REACT-1, yang dilakukan antara 20 Mei 2021 dan 7 Juni 2021, menemukan prevalensi sebesar 0,15 persen, dibandingkan dengan 0,10 persen pada kumpulan data terakhir dari akhir April hingga awal Mei.
Dilansir Kabar Besuki melalui laman CNA, “Prevalensi meningkat secara eksponensial, didorong oleh usia yang lebih muda dan tampaknya berlipat ganda setiap 11 hari. Jelas, itu adalah berita buruk,” kata Steven Riley, profesor dinamika penyakit menular, Imperial College London.
Studi ini adalah salah satu survei prevalensi terbesar di Inggris, dengan 109.000 sukarelawan diuji dalam putaran terakhirnya.
Riley menambahkan bahwa tingkat vaksinasi yang tinggi di Inggris membuat sulit untuk memprediksi berapa lama pertumbuhan eksponensial itu akan berlangsung, mengatakan peluncuran dosis vaksin untuk kelompok usia yang lebih muda harus diperlambat.
Lebih dari setengah populasi orang dewasa Inggris telah menerima dua dosis vaksin, dan lebih dari tiga perempat orang dewasa telah menerima setidaknya satu dosis vaksin.