Menurut penjelasan Haedar, ketika Orde Baru berkuasa, rezim ini meminggirkan politik Islam, yakni terbitnya kebijakan deideologis.
Dilansir Kabar Besuki dari laman Muhammadiyah, melalui kebijakan ini, partai politik tidak diperbolehkan menggunakan asas lain selain asas Pancasila.
Oleh karena itu, tidak masuk akal bagi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam untuk berkuasa dalam kabinet rezim Orde Baru.
Baca Juga: Soal Reuni 212 pada Desember Mendatang, Ferdinand Sampai Heran: Entah untuk Apa dan Tak Berguna Itu
Lantaran ketika era Orde Baru telah sangat meminggirkan Islam politik di kancah nasional.
“Ada pendapat di era Orde Baru Muhammadiyah menguasai birokrasi dan sudah saatnya yang lain. Sebenarnya tidak kalo soal peminggiran politik terhadap kekuatan Islam, kan dua pertiga dari perjalanan Orde Baru itu ada proses marjinalisasi politik Islam,”
Lebih lanjut, mengutip tulisan Ma'mun Murod Al-Barbasy, presiden PP Muhammadiyah yang memiliki kontak relatif lama dengan kekuasaan Orde Baru, yakni KH AR Fahruddin dan Profesor KH Ahmad Azhar Basyir.***