“Kita gak ingin negara ini dikuasai oleh Tiongkok dengan Omnibus Law itu, karena ini terlalu mengabaikan banyak sekali aspek,” ujarnya.
Wakil Ketua DPP Partai Gerindra itu menduga bahwa putusan MK soal UU Cipta Kerja bisa disebabkan karena adanya perkembangan geopolitik.
“Bisa jadi ini disebabkan karena perkembangan geopolitik, dimana sekarang Tiongkok juga dijadikan musuh kolektif dari banyak negara di dunia ini, sehingga MK merasa bahwa UU ini sebenarnya titipan Tiongkok kepada pemerintahan pak Jokowi,” jelas Ferry Juliantono.
Jika UU Cipta Kerja bukan pesanan Tiongkok, menurut Ferry seharusnya pemerintah tidak mengabaikan berbagai aspek yang terkandung didalamnya, seperti aspek lingkungan hidup dan aspek hak asasi manusia.
Ferry Juliantono juga berpendapat bahwa sejak awal, isi dari UU Cipta Kerja bertentangan dengan hak asasi manusia dan proses pembuatannya yang terkesan ‘ngaco’.
“Memang membuat keonaran, jadi pemerintah sendiri yang sebenarnya melakukan keonaran, jadi pemerintah sendiri yang melakukan makar, karena itu terbukti inkonstitusional dan rakyat mengingatkan pemerintah jangan bikin onar, jangan maker,” pungkasnya.***