Patah Hati Ternyata Bisa Berakibat Kematian, Begini Ulasannya Menurut Sains

- 5 Maret 2021, 16:44 WIB
patah hati. ({Pixabay)
patah hati. ({Pixabay) /

KABAR BESUKI – Dalam kenyataan hidup, Tuhan menciptakan manusia tidak untuk hidup sendiri, melainkan berpasangan dan saling membutuhkan satu sama lain.

Kehilangan pasangan sangat merugikan bagi orang dewasa yang serius mencintai pasangannya. Bahkan, kadang terjadi bahwa seseorang meninggal tidak lama setelah kematian pasangannya. Fenomena ini sering disebut sebagai sindrom patah hati atau kardiomiopati takotsubo.

Dilansir dari Healthline, Felix Elwert, Ph.D., profesor sosiologi di Universitas Wisconsin-Madison mengatakan,“Sindroma patah hati adalah kondisi sosial yang menunjukkan jika istri atau suami seseorang meninggal, hal ini menyebabkan angka kematian seseorang tersebut akan meningkat dan terus meningkat selama bertahun-tahun. Dan akan berefek mempercepat kematian”.

Elwert mengatakan bahwa sindrom patah hati adalah salah satu temuan tertua dalam demografi sosial. Sudah ada sekitar 150 tahun penelitian tentang kondisi ini. Namun fenomena ini masih menjadi misteri.

Baca Juga: Terungkap! Seperti Inilah Strategi Bisnis Provider Pay TV Indonesia untuk Bertahan di Era Disrupsi Digital

Penelitian Elwert selama 13 tahun tentang topik tersebut membantu menunjukkan beberapa jawaban. Yakni lebih dari sekadar hubungan romantis. Dua orang yang saling mencintai, lama kelamaan hubungan tersebut menjadi lebih dari sebuah persahabatan, saling tergantung satu sama lain, dan jika salah satunya meninggal, akan membahayakan kesehatan yang lain

Elwert mengatakan bahwa seorang istri yang jauh lebih muda dua hingga tiga tahun dari suaminya, akan selalu menjadi pengingat tentang waktu minum obat, hingga mengecek ke dokter. Jika istri meninggal, hal ini berarti perawat dan sekretaris di hidup pria tersebut meninggal dan kelangsungan hidup akan berpengaruh.

Pada efek jangka panjang kehilangan pasangan, American Heart Association (AHA) mendefinisikan kondisi medis sebagai nyeri dada tiba-tiba karena pengaruh stress emosional yang tinggi akibat dari rasa kehilangan. Hal ini membuat seseorang dapat mengalami depresi, terganggunya kesehatan mental dan penyakit jantung.

Baca Juga: Meski Sudah Tua, Tokuda Shigeo Beberkan Peran Film Dewasanya, Kakek Sugiono: Saya Lakukan dengan Sungguh

"nyeri dada yang tiba-tiba dan intens reaksi terhadap lonjakan hormon stres yang dapat disebabkan oleh peristiwa yang membuat stres secara emosional ”dengan ikatan yang kuat antara depresi, kesehatan mental, dan penyakit jantung.

Sindrom patah hati ini, seringkali salah didiagnosis karena gejalanya mirip dengan serangan jantung. Namun menurut AHA, sindrom patah hati tidak menunjukkan bukti penyumbatan arteri.

Dr. Harmony Reynolds, seorang ahli jantung dan profesor kedokteran di NYU Langone Medical Center, mengatakan stres fisik, seperti lari maraton dan stres emosional seperti menerima kabar buruk, dapat memicu sindrom tersebut.

“Saya selalu khawatir ketika seseorang terkena sindrom patah hati sehingga nyeri jantung, tetapi mereka berpikir itu hilang dengan sendirinya sehingga tidak segera membawanya ke dokter,”kata Reynolds.

Baca Juga: Daebak! 8 Pemeran Drama Korea Ini Buka Channel YouTube Pribadi, Wajib Nonton!

Reynold menambahkan,“Orang yang mengalami nyeri dada, apa pun skenarionya, apakah mereka mengira itu sindrom patah hati atau serangan jantung atau gangguan pencernaan, ketika merasa tidak yakin, harus pergi ke rumah sakit dan memeriksakannya ke dokter”.

Sidrom patah hati juga mempengaruhi saraf simpatik yang menghasilkan adrenalin sehingga seseorang mengalami stress fisik atau emosional yang ekstrem.

Untuk mencegah sindrom ini, Reynolds mengatakan bahwa seseorang harus melatih sistem parasimpatis agar lebih kuat, dengan melakukan teknik relaksasi seperti yoga.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Healthline


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah