Tak Hanya Melalui Speaker, Berikut Ini Tradisi-tradisi Unik Ketika Bangunkan Sahur di Indonesia

- 15 April 2021, 13:09 WIB
Sejumlah polisi dari Polsek Wonocolo melakukan patrol sahur berkeliling di kediaman Gubernur Jatim, seputar Wonocolo, Surabaya
Sejumlah polisi dari Polsek Wonocolo melakukan patrol sahur berkeliling di kediaman Gubernur Jatim, seputar Wonocolo, Surabaya /PRMN/Julian Romadhon

KABAR BESUKI - Di Indonesia, bulan ramadhan tidak hanya identik dengan bertebarnya pasar dadakan yang menjajakan menu buka puasa, tetapi juga adanya cara unik orang-orang Indonesia untuk membangunkan sahur. 

Dilansir Kabar Besuki dari berbagai sumber menjelaskan, tradisi unik untuk membangunkan orang sahur seperti menabuh bedug, kentongan bambu, drum, atau panci sambil berteriak "sahur-sahur" selalu berhasil membuat bulan puasa menjadi lebih berwarna.

Namun, apakah tradisi membangunkan orang sahur hanya ada di Indonesia saja? Nyatanya tradisi-tradisi unik jelang sahur ini juga ada di beberapa negara lain di dunia.

Baca Juga: Beri Perlindungan Terhadap Virus, Buah Delima Miliki Manfaat Ini untuk Tubuh, Kata Ahli

Berikut ini tradisi sahur unik dari berbagai provinsi di Indonesia:

Di wilayah pantai utara Jawa (pantura), warga menyebut tradisi membangunkan penduduk untuk sahur itu disebut komprekan. Di Kabupaten Majalengka, istilah itu berubah menjadi ngoprek. 

Yang agak mengherankan, meski secara geografis berdekatan, orang-orang di Cirebon menyebutnya obrok-burok. Sementara itu, di Jatim, hal serupa disebut tektekan dan dekdukan untuk Semarang. 

Tak hanya di Jawa. Di Gorontalo, ada tradisi serupa yang disebut tumbilotohe. Namun, meski memiliki nama berbeda, tradisi itu memiliki kesamaan, yaitu bertujuan membangunkan masyarakat agar tidak melewatkan sahur. 

Caranya juga sama, membunyikan bunyi-bunyian. Bila dilakukan orang dewasa, caranya lebih tertata baik.

Baca Juga: Update Harga Emas Terbaru 15 April 2021, tak Perlu Rogoh Kocek Dalam-dalam Emas Menguat Hari Ini

Ada perangkat musik yang dibawa dan ditabuh dengan lagu-lagu yang termainkan baik, sementara bila pelakunya anak-anak-di daerah tertentu mereka biasanya bermalam di surau, tak perlu tabuhan khusus. 

Kaleng kosong, botol air minum kemasan ukuran galon, kecrek yang dibuat dari kumpulan tutup botol yang digepengkan bisa menjadi alat musik. Lainnya, tergantung kreativitas.

Di Jakarta, warga Betawi memiliki tradisi untuk membangunkan orang sahur. Yang menarik, meski bentuknya sama, setiap wilayah menyebut tradisi itu dengan nama berbeda. 

Untuk masyarakat Betawi Joglo, Palmerah, Rawabelong, Condet, Buncit, hingga ke kawasan Tangerang, cara itu disebut dengan ngarak beduk, sedangkan warga Betawi yang bermukim di daerah timur Jakarta, seperti Bekasi, sering menyebutnya dengan beduk saur.

Ngarak beduk atau beduk saur telah dilakukan sejak lama. Dengan wilayah yang masih banyak berhutan, bunyi beduk menjadi penanda tak hanya waktu imsak, tapi juga saat berbuka puasa.

Baca Juga: Kelanjutan Kasus Pembunuhan Roy, Papa Surya ‘Ikatan Cinta’ Bertindak Menemui Aldebaran dan Andin

Sempat, karena akulturasi dengan budaya Cina, masyarakat Betawi punya tradisi membangunkan sahur dengan membunyikan petasan. Suaranya yang nyaring dan membuat kaget orang menjadi alasan mengapa petasan digunakan untuk membangunkan sahur. 

Namun, seiring waktu, juga karena bunyinya yang kurang bersahabat, penggunaan petasan untuk membangunkan sahur pun hilang.

Apalagi, ketika orang memilih untuk lebih serius saat membangunkan sahur, digunakanlah alat musik tradisional, seperti kentungan, rebana, dan genjring, dengan suara beduk tetap sebagai penanda dominan.

Apalagi, semua itu kemudian diperindah dengan nyanyian lagu-lagu Betawi. Di Kuningan, Jawa Barat, ada kebiasaan serupa yang disebut ubrug-ubrug. Biasanya, setiap menjelang puasa, sekelompok pemuda akan membentuk tim terdiri atas 10 orang. Ada pembagian tugas. 

Ada lima orang yang bertugas menabuh genjring (rebana berkeping gemerincing), dua orang membawa kohkol (kentungan bambu), seorang penabuh beduk, sementara dua lainnya mendorong gerobak tempat beduk berada.

Baca Juga: Mungkin Suara Berderit Ini Kerap Anda Dengar Malam Hari, Jadi Anda Perlu untuk Mengeceknya

Tradisi itu di beberapa sudut wilayah Kuningan masih tetap bertahan. Mungkin karena perpaduan suara genjring, beduk, dan kohkol yang dipukul harmonis itu menjadi alunan musik tradisonal yang tak hanya berbeda, tapi juga mengasyikkan untuk didengar. 

Tak jarang orang sengaja keluar rumah untuk melihat iring-iringan dan menikmati musik yang jarang terdengar itu.

Di Salatiga, Jateng, anak-anak dan para pemuda biasanya memilih tidur di langgar. Sekitar pukul dua dini hari, mereka akan bangun. 

Berbekal alat-alat sederhana, seperti kentungan bambu, besi bekas, beduk, ember bekas, mereka berkeliling kampung. Alat-alat itu yang kemudian akan dipukul, dipadukan, hingga iramanya enak didengar. Warga setempat menyebut tradisi itu percalan.

Baca Juga: Mungkin Suara Berderit Ini Kerap Anda Dengar Malam Hari, Jadi Anda Perlu untuk Mengeceknya

Sementara itu, di Kalimantan Selatan, para pemuda menikmati Ramadhan dengan menggelar bagarakan sahur. Inilah nama yang lain untuk aktivitas sejenis. 

Tradisi bagarakan sahur yang sudah berlangsung lama dan turun-temurun itu kini bahkan dilestarikan Pemprov Kalsel dengan menggelar festival bagarakan setiap tahun.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Terkini