Keesokan harinya, Soerjo dan pendampingnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Madiun sejak pagi dan mulanya perjalanan mereka berjalan lancar.
Ketika mereka melanjutkan perjalanan usai beristirahat sejenak di sebuah kawasan hutan jati di Bogo, Kedungalor, Ngawi pada siang menjelang sore hari, Soerjo dan pendampingnya menemukan adanya pergerakan pasukan tak dikenal dari arah Lawu menuju utara menyeberangi jalan poros yang mereka lalui.
Warga Desa Plang Lor pada saat itu merasa heran melihat rombongan pasukan tersebut. Tanpa sepengetahuan Soerjo dan rombongannya, kawasan hutan jati di Bogo, Kedungalor, Ngawi merupakan tempat istirahat 3.000 orang pasukan pro-PKI di bawah kepemimpinan Maladi Yusuf yang melarikan diri dari kejaran TNI menuju Gunung Lawu.
Pasukan FDR-PKI melihat mobil yang ditumpangi Soerjo dan ajudannya kemudian mengepung dan menghentikan mobil tersebut. Dari mobil tersebut, Soerjo dan ajudannya keluar dan langsung dikepung serta dianiaya dengan sadis. Para pengepung kala itu menduga, orang yang turun dari mobil tersebut adalah pembesar yang baru saja pulang dari Yogyakarta.
Selain Soerjo dan rombongannya, dua anggota Polri saat itu yakni Kombes M Doerjat dan Komisaris Soeroko yang mobilnya juga melewati kawasan tersebut pada saat bersamaan juga bernasib sama.
Soerjo dan tawanan lainnya kemudian diinapkan di Kantor Kehutanan Sundi. Keesokan harinya (12 November 1948), pasukan Maladi Yusuf membawa mereka ke tepi Kali Kakah di Dusun Ngandu.
Amir Syarifuddin kemudian berbincang-bincang dengan para tawanan ketika tiba di lokasi kejadian. Saat interogasi berlangsung, Amir Syarifuddin kemudian memerintahkan agar tawanan tersebut dibunuh di sebuah hutan yang jauh dari lokasi interogasi.
Tawanan tersebut kemudian diarak beramai-ramai ke hutan tersebut dan disoraki serta dicaci maki. Pasukan Maladi Yusuf kemudian langsung membunuh satu per satu tawanan tersebut atas perintah Amir Syarifuddin dengan sadis.