KABAR BESUKI – Menanggapi fenomena klitih di Jogja yang kian marah seolah ‘haus korban’, sosok Sosiolog UGM mengungkapkan pandangannya.
Sudah lama memakan banyak korban di Jogja, aksi klitih kriminal jalanan yang umumnya didominasi oleh remaja dan pelajar ini masih sulit ditanggulangi oleh aparat setempat bahkan pemerintah.
Hal ini kemudian membuat kejahatan semakin meluas hingga dikabarkan kini merembet ke Semarang.
Diketahui bahwa pada awalnya klitih memiliki arti yang sangat sederhana, yaitu aktivitas keluar rumah dalam waktu tertentu untuk menghilangkan rasa lelah.
Namun, seiring berjalannya waktu, makna klitih berubah menjadi tindakan kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam sebagai senjata dan banyak memakan korban.
Makna klitih mulai berubah menjadi aksi kekerasan sejak tahun 2006 silam, ketika dua kelompok pelajar sepeda motor saling ejek hingga menewaskan korban.
Awal mulanya klitih lebih mirip pertarungan tapi aksi ini menggunakan senjata bermata.