Rizieq Shihab Kembali Dilaporkan ke Kepolisian, PTPN: Rizieq Harus Bertanggung Jawab

22 Februari 2021, 11:41 WIB
Ilustrasi Habib Rizieq Shihab. /Dok. Hallo Media/M. Rifa'i Azhari

KABAR BESUKI – Setelah ditahan karena kasus kerumunan yang terjadi saat pernikahan putrinya di Pertamburan beberapa waktu lalu, kali ini Rizieq Shihab tersandung masalah tanah di Megamendung.

Rizieq Shihab dinilai sebagai pihak yang harus bertanggungjawab dalam kasus dugaan penyerobotan tanah milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Senin, mengatakan dalam kasus ini, Rizieq Shihab termasuk yang harus bertanggung jawab.

Baca Juga: Salah Sebutkan Candi Borobudur di Jogja, Anya Geraldine Menjadi Bahan Tertawaan Warganet Twitter

“Yang bertanggung jawab adalah pihak yang melakukan penguasaan fisik atas tanah tersebut,” kata indriyanto.

PTPN sudah melaporkan masalah ini ke polisi. Rizieq diduga menggunakan lahan PTPN VIII tanpa izin untuk mendirikan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.

Rizieq disangkal Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang tindak pidana kejahatan perkebunan.

Kemudian, pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang kejahatan penataan ruang, Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan tanpa izin, Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah dan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan, dikutip dari Antara, Senin 22 Februari 2021.

Indriyanto mengatakan penegak hukum dapat melakukan penyitaan lahan milik PTPN VIII yang diduga disalahgunakan dan dikuasai Rizieq.

Baca Juga: Banjir Besar Jakarta Memakan Korban, Satu Orang Tewas Karena Terperangkap di dalam Rumah

“Dalam rangka menindaklanjuti laporan pidana PTPN, pihak penegak hukum dapat melakukan tindak upaya paksa atau coercive force dengan melakukan penyitaan terhadap lahan tersebut,” ujar Indriyanto.

Menurutnya, sengketa lahan yang dilakukan antara PTPN VII dan Rizieq Shihab sebaiknya diselesaikan secara hukum.

Selain pidana, Indriyanto menilai pihak PTPN bisa melayangkan gugatan perdata terhadap penguasaan melawan hukum secara fisik oleh pihak ketiga.

“Gugatan perdata tidak mengganggu proses hukum pidana yang sedang berjalan. Walau sebaiknya diselesaikan secara bertahap berdasarkan kasus yang terjadi,” lanjutnya.

Sebelumnya, pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika PTPN VIII mengambil lahannya.

Baca Juga: Wujud Nyata Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Sediakan Air Bersih untuk NTT

Menurut dia, FPI melanggar banyak undang-undang (UU) dalam masalah ini.

“Terutama UU perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” ujar Iwan.

Di menilai akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII, dengan demikian akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

Iwan menambahkan HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukkan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk hak guna bangunan (HGB).

“Harusnya untuk perkebunan bukan untuk Pendidikan dan bangunan,” ucap Iwan.

Menurutnya sudah tepat PTPN VIII meminta pengosongan lahan yang telah diduduki oleh FPI, kecuali bagi petani-petani kecil yang menggap lahan perkebunan sekedar menyambung hidup.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Antaranews.com

Tags

Terkini

Terpopuler