Orang yang Berbicara Bahasa Inggris Ternyata Lebih Mudah Terpapar Covid-19, Studi Jelaskan Alasannya

15 Mei 2021, 10:29 WIB
Ilustrasi Covid-19. /Pixabay/geralt/

KABAR BESUKI – kasus covid-19 saat ini masih menjadi permasalahan yang krusial bagi pemerintah. Saat ini pemerintah terus mengupayakan program vaksinasi untuk seluruh masyarakat Indonesia demi memutus mata rantai penyebaran covid-19.

Penyebaran virus covid-19 saat ini masih terus mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan sejumlah kegiatan harus dibatasi oleh pemerintah, seperti halnya kegiatan sholat Idulfitri, mudik, dan kegiatan lain yang menyebabkan terjadinya kerumunan.

Umumnya penyebaran covid-19 biasanya lewat batuk, bersin, atau menyentuh sebuah barang dan tempat yang telah terpapar covid-19.

Baca Juga: Usai 'Acara' Pria Mabuk Oleng Tabrak Pohon Dua Kali Hingga Alami Luka pada Kepala

Namun tahukah kamu, ada fakta baru yang mengatakan bahwa, orang yang berbicara bahasa Inggris ternyata lebih mudah terpapar covid-19.

Dilansir Kabar Besuki dari Forbes, sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Elesvier Public Health Emergency Collection mengungkap bahwa, orang yang berbicara bahasa Inggris dinilai lebih mudah terpapar dan menyebarkan covid-19.

Hal tersebut dikarenakan penutur bahasa Inggris mengeluarkan lebih banyak droplets (tetesan) ke udara ketika mereka berbicara. Hal ini yang membuat para penutur bahasa Inggris lebih mudah terpapar covid-19.

Baca Juga: Israel Akan Menghentikan Gencatan Senjata, Jika Gaza Melakukan Ini untuk Mereka

Para peneliti mengungkap bahwa hal tersebut bersumber pada sesuatu yang disebut konsonan aspirasi yakni suara yang keluar sekaligus membuat orang menyemprotkan lebih banyak tetesan air liur ke udara.

Penelitian tersebut dilakukan di China dengan melakukan sebuah pengamatan selama wabah SRS pertama dengan nama SARS-CoV-1 di China Selatan. Virus tersebut menyebabkan lebih dari 8.000 kasus yang tercatat di 26 negara.

Berawal dari sejumlah turis Jepang yang jauh lebih banyak dari turis Amerika Serikat di China Selatan, namun orang Amerika menyumbang 70 kasus SARA-CoV-1 dan Jepang tidak memiliki kasus sama sekali.

Baca Juga: Inilah Pesan Sapri Pantun untuk Sang Istri Sebelum Dirawat di Rumah Sakit: Bapak Kurang Sehat Gak Kuat Gali

Tim peneliti dari RUND University menduga bahwa penyebaran virus berkaitan dengan bahasa penutur. Hal ini karena, staf toko di China umumnya multibahasa, mereka lebih biasnaya berbicara kepada pembeli AS dalam bahasa Inggris dan berbicara bahasa Jepang pada turis Jepang.

Faktanyasaat dilafalkan, bahasa Inggris penuh dengan konsonan aspirasi sementara bahasa Jepang lebih sedikit. Bahasa Inggris dapat membuat suara menyemprotkan lebih banyak droplets dari saluran pernapasan pembicara ke udara.

Jika orang tersebut membawa atau sudah terinveksi virus, maka udara di sekitarnya akan penuh dengan partikel virus.

Baca Juga: 4 Buah Bisa Bantu Turunkan Kolesterol Jahat Usai Santap Hidangan Lebaran

Penelitian tersebut secara tidak langsung mengungkap bahwa, banyaknya kasus covid-19 dalam suatu negara mungkin terkait dengan keberadaan konsonan aspirasi dalam bahasa komunikasi utamanya.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Forbes

Tags

Terkini

Terpopuler