Penambangan Bitcoin Menggunakan Komputer Super Canggih Berdampak Buruk pada Lingkungan, Ini Penjelasannya

- 9 Maret 2021, 11:34 WIB
ilustrasi penambangan bitcoin
ilustrasi penambangan bitcoin /rianti setyarini// pexels.com/ Karolina Grabowska

KABAR BESUKI - Nama Bitcoin sudah tidak asing lagi didengar oleh sebagian masyarakat.

Bitcoin adalah suatu bentuk cryptocurrency atau mata uang digital yang sering juga disebut sebagai crypto asset.

Dirancang pada tahun 2009, hingga kini insinyur aslinya masih menjadi misteri.

Baca Juga: 5 Bagian Tubuh yang Disiram Pertama Saat Mandi Ternyata Bisa Menentukan Kepribadian Kamu, Ini Penjelasannya

Nama yang santer beredar di internet mengenai pembuat Bitcoin adalah Satoshi Nakamoto, yang diduga merupakan sekumpulan programmer beranggotakan 11 orang.

Untuk memperoleh bitcoin, proses yang dilakukan sangat rumit. 

Proses itu disebut dengan "mining" atau menambang dimana penambangan melibatkan pemecahan permasalahan matematika yang kompleks untuk menghasil bitcoin baru.

Awalnya saat bitcoin pertama kali muncul, uang digital ini bisa ditambang menggunakan komputer rumahan biasa.

Namun para pembuat bitcoin menetapkan jika bitcoin yang dapat ditambang memiliki batas: 21 juta bitcoin.

Baca Juga: Julie Estelle Akhirnya Menikah dengan Pembalap Indonesia, Maldives Dipilih Sebagai Tempat Pernikahan

Semakin banyak bitcoin yang ditambang maka algoritma yang harus dipecahkan akan semakin sulit, seperti dilansir Kabar Besuki dari The Guardian.

Saat ini setidaknya sekitar 18.5 juta bitcoin sudah ditambang, sehingga komputer biasa tidak akan mampu melakukan penambangan bitcoin karena rumitnya pemecahan masalah yang harus dikerjakan.

Karena inilah menambang bitcoin memerlukan komputer yang jauh lebih canggih untuk lebih banyak menambang aset kripto ini.

Namun bukan hanya nilai dari bitcoin saja yang meroket sejak beberapa tahun terakhir, tetapi energi yang digunakan untuk menambang pun juga ikut melonjak.

Dan tentunya untuk menggunakan komputer yang lebih canggih berarti memerlukan daya yang lebih besar pula.

Seorang profesor ekonomi dari University of New Mexico, Benjamin Jones mengatakan jika daya listrik yang digunakan untuk menambang bitcoin melebihi penggunaan sebuah negara, seperti Irlandia.

Baca Juga: Sebuah Supermarket Thailand Menggunakan Daun Pisang untuk Kemasan Daripada Plastik, Hal Ini Dampaknya Besar

"Kita membicarakan berlipat-lipat terawatt, lusinan terawatt daya listrik yang hanya digunakan untuk bitcoin...Sangat banyak daya listrik," kata Benjamin.

Suporter bitcoin banyak yang membela jika penambangan mulai dilakukan dengan menggunakan sumber energi bersih yang terbarukan.

Sehingga energi yang digunakan akan lebih murah dan rendah energi daripada penggunaan daya lainnya yang lebih boros.

Namun para ahli lingkungan mengatakan jika penambangan akan tetap menghasilkan jejak karbon yang tinggi karena para penambang ini akan beralih ke kota atau negara yang daya listriknya lebih murah.

Misalnya seperti Cina, berdasarkan penelitian Cambridge Cina adalah salah satu penambang bitcoin terbesar di dunia.

Padahal hingga kini dua per tiga wilayah Cina masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi.

Baca Juga: Ramai Isu Perselingkuhan dan Orang Ketiga, Kiky Saputri Unggah Foto dan Pesan: Fix Jangan Foto Bertiga

Dengan begitu, penambangan bitcoin akan tetap menyumbang banyak emisi karbon untuk lingkungan.

Hal ini diperburuk karena tidak adanya badan pengawasan penambang bitcoin sehingga tak ada yang tahu bagaimana dan menggunakan apa listrik yang dipakai untuk  menambang bitcoin.

Sedangkan sebagian besar penambang bitcoin akan berpindah-pindah ke tempat yang menyediakan energi listrik yang murah sehingga makin sulit untuk dilacak.

Dengan berkembangnya popularitas bitcoin sebagai aset kripto maka perjuangan melawan lingkungan bersih emisi pun semakin sulit.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: The Guardian


Tags

Terkini

x