ON THIS DAY: Mengenang Peristiwa Supersemar, Sejarah yang Hingga Kini Masih Terus Ditelusuri Kebenarannya

- 11 Maret 2021, 08:32 WIB
Ir. Soekarno dan Mayjend Soeharto pada Tahun 1966.
Ir. Soekarno dan Mayjend Soeharto pada Tahun 1966. / Dok. Pikiran Rakyat

Di bawah kepemimpinannya, Pasukan Kostrad menahan sejumlah orang-orang dalam kabinet yang (saat itu) diduga terlibat G 30 S PKI, termasuk Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor sebagai bentuk tindakan lanjut.

Pada saat yang bersamaan, Mayor Jenderal (Mayjend) Soeharto (yang kemudian naik pangkat menjadi Presiden Republik Indonesia kedua) tidak dapat menghadiri sidang Kabinet Dwikora dikarenakan kondisi fisiknya yang sedang sakit.

 Baca Juga: Pengadilan Tinggi Malaysia Mengijinkan Orang Kristen Boleh Menggunakan Kata 'Allah' dalam Pendidikan Keagamaan

Karena itulah, dia mengutus tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat (AD) yang terdiri dari Brigadir Jenderal (Brigjen) M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan Brigjen Basuki Rahmat ke Bogor untuk bertemu dengan Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Saat tiba di Istana, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno untuk mengatasi situasi yang terjadi saat itu dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan apabila diberikan kewenangan.

Presiden Soekarno menyetujuinya dan dibuatlah surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret atau yang populer dikenal sebagai Supersemar.

 Baca Juga: Google Akan Meninjau Iklan Untuk Perusahaan Telekomunikasi yang Didukung Militer Myanmar

Surat tersebut memberikan kuasa kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat (AD) untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Keluarnya Supersemar juga didasari oleh adanya tuntutan dari mahasiswa pada masa itu. Mayjend Sutjipto yang merupakan Ketua G-5 KOTI juga meminta adanya konsep pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai perusak stabilitas keamanan nasional.

Halaman:

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: wikipedia


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah