Ternyata, Memori Ekstrim di Masa Kecil Menjadi Penyebab Seseorang Menjadi Teroris, Begini Penjelasannya

- 1 April 2021, 15:19 WIB
Ilustrasi teroris.
Ilustrasi teroris. /Dok. Hallo Media/M. Rifa'i Azhari

KABAR BESUKI – Dalam beberapa hari terakhir, publik Indonesia dibuat heboh, kaget, dan geram dengan adanya dua aksi teror besar di dua wilayah berbeda.

Pada Minggu, 28 Maret 2021 kemarin, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya kejadian ledakan bom bunuh diri di kawasan Gereja Katedral, Makassar.

Ketika itu, kejadian berlangsung saat kegiatan ibadah menjelang momen Hari Raya Paskah sedang digelar.

Baca Juga: 4 Pertanyaan yang Sering Ditanyakan Ketika Anda Memasuki Usia 25 Tahun, Salah Satunya ‘Kapan Nikah?’

Berikutnya, ledakan bom juga terjadi di kawasan Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret 2021 kemarin malam dan menyita perhatian hampir seluruh masyarakat Indonesia.

Baru-baru ini seorang pakar parenting dan psikologis mengungkapkan adanya temuan gejala masa kecil yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku teror di usia dewasa.

Sebuah akun Facebook bernama Maskukuh Channel yang diketahui merupakan pendiri Sekolah Bahagia menjelaskan alasan ilmiah mengenai penyebab seseorang menjadi seorang teroris.

Dilansir Kabar Besuki dari grup Facebook SEKOLAH BAHAGIA, dia mengunggah sebuah kutipan pribadinya yang menyebutkan bahwa memori ekstrim yang dialami seseorang pada masa kecil menjadi salah satu penyebab utama orang tersebut berperilaku ekstrim ketika beranjak dewasa.

“Anak yang terlalu banyak merekam memori ekstrim di masa kecil, saat dewasa cenderung mudah tersulut perilaku ekstrim dan teror yang bisa membahayakan diri sendiri dan lingkungannya,” tulis akun Maskukuh Channel dalam grup Facebook SEKOLAH BAHAGIA.

Baca Juga: Cek Tarifnya, Mulai Hari Ini Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Pemeriksaan GeNose C19

“Seseorang bisa sampai berperilaku ekstrim dan teror itu prosesnya panjang, bukan tiba-tiba. Bahkan ‘bibitnya’ cenderung tertanam sejak ia masih kecil, namun sering tidak disadari para ortu,” ujarnya.

Dia juga menambahkan, perilaku ekstrim dan teror yang dilakukan seseorang sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang dianut orang tersebut.

Menurutnya, perilaku teror yang dilakukan seseorang justru sangat berkaitan dengan kondisi psikologis, emosi, dan mental pelakunya.

“Perilaku ekstrim dan teror itu bukan berkaitan dengan ajaran agama, tapi berkaitan dengan mental dan kejiwaan,” kata dia.

Lebih lanjut, pemilik akun bernama Maskukuh Channel juga mengatakan bahwa siapapun memiliki potensi untuk didoktrin menjadi seorang teroris atau ekstrimis jika orang yang mempengaruhinya memahami permainan energi, pikiran, dan emosi.

“Siapapun orangnya, apapun agamanya, bisa didoktrin berlaku ekstrimis dan teror, jika memahami permainan energi, pikiran, dan emosi,” tuturnya.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Facebook


Tags

Terkini