Filosofi Tradisi Kupatan di Jawa, Budaya yang Dibawa oleh Sunan Kalijaga

- 8 Mei 2022, 10:34 WIB
Filosofi Tradisi Kupatan di Jawa.
Filosofi Tradisi Kupatan di Jawa. /Instagram.com/@hafi22in

KABAR BESUKI – Tradisi kupatan biasanya diadakan pada hari ketujuh Hari Raya Idul Fitri. Tradisi kupatan merupakan tradisi Islam di daerah Jawa yang ditandai dengan kegiatan membuat kupat dan lepet tepat hari ketujuh lebaran.

Tradisi ini pertama kali diperkenalkan oleh salah satu waliyullah “Raden Mas Syahid” atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga membudayakan tradisi kupatan ini menjadi dua ba’da istilahnya. Yaitu ba’da Ramadhan (setelah puasa) dan ba’da Idul Fitri (setelah lebaran), tepatnya 7 hari setelah perayaan Idul Fitri.

Baca Juga: UPDATE Uber Cup 2022 Indonesia vs Prancis: Komang Ayu Cahya Dewi Buka Keunggulan Sementara 1-0

Makna dari kata “kupat” dalam bahasa jawa adalah pendekatan istilah “ngaku lepat” dan “laku lapat” yang masing-masing memiliki arti “mengakui kesalahan” dan “rangkaian kegiatan”.

Mengakui kesalahan ini yang menjadi dasar tradisi maaf-maafan, berjabat tangan, sungkeman, dan silaturahmi. Tradisi inilah implementasi dari istilah “ngaku lepet” bagi orang jawa.

Silaturahmi dan sungkeman mengajarkan para keturunan jawa untuk menghormati orang tua, bersikap rendah hati, dan meminta maaf pada sesama.

Sedangkan untuk “laku lapat” berarti kegiatan yang menunjukan lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Untuk lebaran sendiri memiliki arti telah usah kita melaksanakan kewajiban puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan.

Sedangkan luberan berarti berlebih/melimpah yang merupakan ajakan untuk saling berbagi kepada orang yang membutuhkan, saling membantu sesama dengan cara zakat dan shodaqah.

Halaman:

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: YouTube R.MediaKreatif Channel


Tags

Terkait

Terkini

x