Keutamaan Ibadah Puasa Arafah Menjelang Hari Raya Idul Adha 1441 H

- 30 Juli 2020, 10:17 WIB
Suasana Masjidil Haram, Mekah setelah mewabahnya virus Corona.
Suasana Masjidil Haram, Mekah setelah mewabahnya virus Corona. /dok

Ayat di atas adalah surah al-Maidah ayat 3. Ayat ini adalah ayat yang paling terakhir kali turun kepada Nabi SAW. Sebegitu besarnya hikmah ayat tersebut yang turun di Arafah pada hari Jumat sehingga orang Yahudi berkeinginan untuk menjadikannya sebagai hari raya bagi agama mereka. Jadi tidak berlebihan kalau kita memperingatinya dengan berpuasa.

Berikutnya, puasa Arafah berkait erat dengan peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim. Seperti kita telah maklum pada 8 Zulhijjah, Nabi Ibrahim mendapat perintah dalam mimpi untuk menyembelih Nabi Ismail. Baru pada 9 Zulhijjah inilah Nabi Ibrahim mendapat pengetahuan untuk menginterpretasikan ihwal mimpi tersebut.

Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan hari Arafah. Maksudnya, hari dimana Nabi Ibrahim tahu (arafa) cara untuk menafsirkan mimpinya dan melaksanakannya sesuai perintah Allah SWT. Tentu hari Arafah ini bagi Nabi Ibrahim menjadi hari yang sangat menegangkan. Maka untuk memperingatinya, sangat pantas bagi kita untuk berpuasa.

Baca Juga: 7 Karakteristik dan Sifat Seseorang yang Lahir di Bulan Agustus, Idaman Banget!

Dalam yurisprudensi haji, hari Arafah adalah hari kedua dalam prosesi ibadah haji. Itu artinya, puasa Arafah dilaksanakan bertepatan dengan saat jamaah haji melakukan ibadah wukuf di Padang Arafah yang begitu berat. Sudah sepantasnya bagi kita yang berada di Indonesia untuk menunaikan puasa Arafah pada hari ini.

Secara filosofis, wukuf di Padang Arafah sendiri adalah momen dimana manusia tak lagi melulu harus mendepankan kekuatan akal, sebab wukuf adalah miniatur Padang Mahsyar. Wukuf di Arafah harus dipahami dengan kecerdasan spiritual yang menghantarkan manusia pada kesadaran eksistensial, dari mana berasal dan akan ke mana nanti.

Baca Juga: Tingkatkan Perkonomian, Dua Menteri Gelar Rapat Koordinasi Bersama Pelaku Usaha

Sementara bagi yang berpuasa Arafah, secara intrinsik dan ekstrinsik, diharapkan dapat mengetahui dirinya sebagai makhluk yang bergelantungan di kaki langit Allah SWT. Kalau bukan karena kehendak-Nya manusia tidak pernah ada dan merasakan nikmatnya berasyik-masyuk dalam berbagai bentuk ibadah yang disyariatkan-Nya.

Terakhir, dengan mengetahui hakikat diri sendiri, hakikat Zat Allah SWT, dan misi manusia di bumi, maka puasa Arafah tak lagi jadi pantas diharapkan pahalanya. Sebab sejatinya, puasa Arafah itu sendiri adalah anugerah-Nya, maka pantaskah kita meminta pahala dari anugerah yang telah dibenamkan di dada kita?

Halaman:

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: republika


Tags

Terkini