Krisis Hak Asasi Manusia, Pembunuhan dan Kekerasan di Ethiophia Oleh Tentara Semakin Brutal

- 27 Maret 2021, 14:13 WIB
ILUSTRASI Anak Korban Perang
ILUSTRASI Anak Korban Perang /Choirun N/,*/PIXABAY

KABAR BESUKI - Mibrak Esayus yang berusia empat belas tahun mengenang hari November lalu ketika dia mengatakan tentara Eritrea menyerbu rumahnya di wilayah Tigray Ethiopia dan membunuh ibu dan ayahnya.

Mereka dibunuh setelah 10 hari setelah kampanye militer Ethiopia melawan pejuang dari Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang merupakan bekas partai yang berkuasa di kawasan itu, menyusul serangan mendadak mereka di pangkalan militer federal di Tigray.

Awal mulanya, keluarga mereka mendengar penembakan di luar rumah mereka di kota Zalambessa, di perbatasan dengan Eritrea, dari sekitar fajar, kata Mibrak. Tentara Eritrea menyerbu pada saat tengah hari.

Baca Juga: Segera Memasuki Bulan Baru, Inilah Daftar Film dan Serial TV Netflix yang Akan Ditayangkan April 2021

Dilansir dari Reuters, pada 26 Maret 2021, Mibak mengatakan bahwa saat itu ayahnya yang merupakan seorang pendeta di gereja Ortodoks Ethiopia setempat, memohon kepada mereka untuk tidak menembak, tetapi hal itu sia-sia.

"Mereka menembaknya di dada dengan tiga peluru, Lalu mereka menembak mama saya di punggungnya,” jelas Mibak.

Mibrak mengatakan dia ditembak di paha ketika lima adiknya, berusia satu hingga 12 tahun berteriak ketakutan. Para tentara meneriaki mereka agar diam dan ketika pergi, tentara tersebut sengaja membakar jerami.

Mibrak termasuk di antara lebih dari puluhan warga diTigray yang mengatakan bahwa mereka telah menjadi korban atau saksi terhadap penembakan, pemerkosaan berkelompok dan penjarahan oleh tentara Eritrea.

Sementara itu, Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed pada hari jumat, 26 Maret 2021 mengatakan bahwa Eritrea setuju untuk menarik pasukan dari wilayah tersebut karena banyaknya pelanggaran hak asasi manusia.

Halaman:

Editor: Yayang Hardita

Sumber: REUTERS


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x