Sejarah Hari Raya Nyepi Sebagai Keseimbangan Alam dan Tahapan Upacara Nyepi

- 14 Maret 2021, 16:04 WIB
Ilustrasi ritual dalam perayaan Hari Raya Nyepi 2021 yang jatuh pada Minggu hari ini, 14 Maret 2021.*
Ilustrasi ritual dalam perayaan Hari Raya Nyepi 2021 yang jatuh pada Minggu hari ini, 14 Maret 2021.* /ANTARA FOTO/Didik Suhartono

KABAR BESUKI - Nyepi adalah hari untuk menyeimbangkan dan menjaga keseimbangan alam. Hal ini didasarkan pada kisah ketika Raja Kaniska I dari India dipilih pada tahun 78 A.D. Raja terkenal karena kebijaksanaan dan toleransinya terhadap masyarakat Hindu dan Budha.

Di usia itu, Aji Saka melakukan Dharmayatra (perjalanan dakwah untuk mempromosikan dan menyebarkan agama Hindu) ke Indonesia dan memperkenalkan tahun Saka.

Sebelum menuju hari raya Nyepi, ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk menyempurnakan ibadah yang dilakukan umat Hindu ini.

Baca Juga: Bingung untuk Menentukan Karir? Ini Dia Tips Ampuh untuk Menemukannya

Melasti atau Mekiyis atau Melis (tiga hari sebelum Nyepi)

Melasti dimaksudkan untuk membersihkan pratima atau arca atau pralingga (patung), dengan simbol yang membantu memusatkan pikiran agar lebih dekat dengan Tuhan.

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan seluruh alam dan isinya, dan juga untuk mengambil Amerta (sumber kehidupan abadi) dari laut atau sumber air lainnya (yaitu danau, sungai, dll).

Tiga hari sebelum Nyepi, semua patung para Dewa dari semua pura desa dibawa ke sungai dalam upacara yang panjang dan penuh warna.

Di sana, mereka dimandikan oleh Neptunus Penguasa Bali, Dewa Baruna, sebelum dibawa pulang ke tempat pemujaan mereka.

Baca Juga: Jangan Dibiarkan, Kasur yang Kotor Akan Berdampak Buruk bagi Kesehatan Salah Satunya Memicu Reaksi Alergi

Tawur Kesanga (sehari sebelum Nyepi)

Tepat sehari sebelum Nyepi, seluruh desa di Bali mengadakan upacara pengusiran setan besar-besaran di perempatan jalan utama desa, tempat bertemunya setan.

Mereka biasanya membuat Ogoh-ogoh (monster fantastis atau roh jahat atau Butha Kala yang terbuat dari bambu) untuk keperluan karnaval.

Monster Ogoh-ogoh melambangkan roh-roh jahat yang mengelilingi lingkungan kita yang harus disingkirkan dari kehidupan kita. Karnaval itu sendiri diadakan di seluruh Bali setelah matahari terbenam.

Baca Juga: Mutasi N439k, Kemenkes: Jenis Varian Ini Bukan yang Diminta Oleh WHO untuk Mendapat Perhatian Khusus

Baleganjur, musik gamelan Bali mengiringi prosesi tersebut. Beberapa raksasa diambil dari pengetahuan klasik Bali.

Semuanya memiliki taring, mata melotot dan rambut yang menyeramkan serta diterangi oleh obor.

Prosesi ini biasanya diorganisir oleh Seka Teruna, organisasi pemuda Banjar.

Saat Ogoh-ogoh dimainkan oleh Seka Teruna, semua orang menikmati karnaval.

Untuk menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya, tawur kesanga dilakukan di setiap lapisan masyarakat, mulai dari rumah masyarakat.

Baca Juga: Mutasi N439k, Kemenkes: Jenis Varian Ini Bukan yang Diminta Oleh WHO untuk Mendapat Perhatian Khusus

Di malam hari, umat Hindu merayakan Ngerupuk, mulai membuat suara dan menyalakan obor dan membakar Ogoh-ogoh untuk mengeluarkan Bhuta Kala, roh jahat, dari hidup kita.

Nyepi

Pada hari raya Nyepi sendiri, setiap jalan sepi, tidak ada orang yang melakukan aktivitas normal sehari-hari.

Biasanya ada Pecalang (petugas keamanan tradisional Bali) yang mengontrol dan memeriksa keamanan jalan.

Pecalang mengenakan seragam hitam dan Udeng atau Destar ("topi" tradisional Bali yang biasa digunakan dalam upacara).

Tugas pokok Pecalang tidak hanya mengontrol keamanan jalan tetapi juga menghentikan aktivitas yang mengganggu Nyepi.

Baca Juga: Hantu-Hantu Terseram yang Pernah Muncul di Indonesia, Mana yang Pernah Anda Lihat

Tidak ada lalu lintas yang diizinkan, tidak hanya mobil tetapi juga orang, yang harus tinggal di rumah sendiri.

Cahaya diminimalkan atau tidak sama sekali, radio atau TV dimatikan dan, tentu saja, tidak ada yang boleh difungsikan.

Bahkan bercinta, aktivitas utama dari semua waktu senggang ini, tidak seharusnya terjadi, atau bahkan dicoba.

Sepanjang hari hanya diisi dengan gonggongan beberapa anjing, suara serangga yang melengking, dan merupakan hari yang tenang dan panjang dalam kalender pulau yang tadinya sibuk ini.

Pada Nyepi dunia diharapkan menjadi bersih dan segala sesuatu dimulai dari awal, dengan Manusia menunjukkan kendali simbolisnya atas dirinya sendiri dan "kekuatan" Dunia, oleh karena itu kontrol agama wajib.

Baca Juga: Pelatih Arsenal Mikel Arteta Mengaku Tak Tertarik Memperebutkan Supremasi London Jelang Melawan Tottenham

Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi)

Ngembak adalah hari berakhirnya Catur Berata Penyepian dan masyarakat Hindu biasanya berkunjung untuk saling memaafkan dan melakukan Dharma Canthi.

Dharma Canthi adalah kegiatan membaca Sloka, Kekidung, Kekawin, dll, (Aksara kuno berisi lagu dan lirik).

Dari sudut pandang agama dan filosofi, Nyepi dimaksudkan sebagai hari introspeksi diri untuk memutuskan nilai-nilai, misalnya kemanusiaan, cinta, kesabaran, kebaikan, dan lain-lain, yang harus dijaga selamanya.

Baca Juga: KAI Akan Mengubah Relasi Kereta Bangunkarta Menjadi Jombang-Pasar Senen, Mulai Hari Minggu Ini

Umat Hindu Bali memiliki banyak jenis perayaan (beberapa hari suci) tetapi Nyepi adalah, mungkin hari-hari keagamaan yang paling penting di pulau itu dan larangannya ditanggapi dengan serius, terutama di desa-desa di luar sabuk wisata selatan Bali.

Hotel-hotel dikecualikan dari praktik keras Nyepi tetapi jalan-jalan di luar akan ditutup untuk pejalan kaki dan kendaraan (kecuali untuk angkutan bandara atau kendaraan darurat) dan sipir desa (Pecalang) akan ditempatkan untuk mencegah orang-orang menjauh dari pantai. ***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x