Cyberstalking, Tindakan Melanggar Hukum yang Menyebabkan Korban Mengalami Gangguan Mental

- 4 Maret 2021, 21:05 WIB
ILUSTRASI Cyberstalking
ILUSTRASI Cyberstalking /PIXABAY

KABAR BESUKI - Internet mungkin tampak maya dari kehidupan nyata, tetapi bagi korban yang menguntit, hal itu bisa menjadi lebih berbahaya.

Cyberstalking merupakan sutu tindakan seseorang untuk menguntik atau melacak keberadaan orang lain. Hal ini ketika lebih parah, akan terjadi tindakan mengancam, melecehkan dan menganggu seseorang hingga melakukan tuduhan palsu dan pencemara nama baik.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Justice Quarterly, korban cyberstalking menderita lebih banyak ketakutan dan mengambil lebih banyak tindakan untuk melindungi diri mereka sendiri dari waktu ke waktu daripada mereka yang dibuntuti di dunia fisik.

Baca Juga: Masih Trending di YouTube Indonesia, Ini Lirik Lagu ‘Salah Tompo’ oleh Wandra dan Esa Risty

Penelitian ini didasarkan pada Survei Korban Tambahan 2006 dari Survei Korban Kejahatan Nasional. Pada akhir tahun lalu, semua negara bagian memiliki undang-undang yang mengatur tentang cyberstalking, pelecehan dunia maya, atau keduanya.

Penguntitan media sosial dapat mencakup memalsukan foto atau mengirim pesan pribadi yang mengancam. Seringkali, cyberstalker akan menyebarkan rumor jahat dan membuat tuduhan palsu, atau bahkan membuat dan menerbitkan gambae porno untuk balas dendam.

Baca Juga: Setelah Tersandung Kasus Dengan Dewa Kipas, GothamChess Membatasi Komentar Karena Diserang Netizen Indonesia

Mereka mungkin juga terlibat dalam pencurian identitas dan membuat profil media sosial atau blog palsu tentang korban mereka. Matt Nobles, seorang peneliti dari Sam Houston State University di Texas mengataka bahwa akibat hal ini, korban tewas lebih dari dua kali lipat, karena kecemasan yang berlebihan.

Wanita lebih mungkin dibuntuti dalam kehidupan sehari-hari, tetapi persentase korban online mereka lebih kecil, sekitar 70 persen versus 58 persen. Usia rata-rata korban perempuan lebih tinggi dari yang diperkirakan, rata-rata sekitar 38 tahun untuk korban online dan lebih dari 40 tahun untuk korban offline.

Halaman:

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: Kapersky


Tags

Terkini