Kemenpppa Sebut Sinetron Suara Hati Istri Zahra Langgar Hak Anak dan Promosikan Kekerasan Psikis Seksual

4 Juni 2021, 14:21 WIB
Foto tangkap layar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga/ /laman resmi Kemenpppa.go.id

KABAR BESUKI - Sinetron “Suara Hati Istri: Zahra” yang ditayangkan oleh media televisi Indosiar yang kini jadi sorotan publik terkait pemeran dalam tokoh Zahra tersebut masih berusia 15 tahun itu.

Hal tersebut membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) buka suara dan menegaskan bahwa dalam sinetron itu salah satu bentuk pelanggaran hak anak di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.

Seharusnya, materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS), dan  mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.

Baca Juga: 4 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Menonton Pertandingan Euro 2020, Salah Satunya Siapkan Antena UHF

Pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak, sehingga setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.

“Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dengan tegas, sebagaimana dikutip Kabar Besuki dari laman resmi Kemenpppa.go.id.

Menteri Bintang menjelaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.

Baca Juga: Pembatalan Haji 2021, Gubernur Jatim Khofifah: Mohon Sabar dan Tawakal, COVID-19 Segera Hilang

Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.

“Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” ungkap Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” ucap Menteri Bintang.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut.

Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.

Baca Juga: Isaac Herzog Jadi Presiden Baru Israel, Sosok yang Lemah Lembut, Hormat dan Hambar Dari Pada yang Dahulu

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah  bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.

Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.

Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.

Baca Juga: Terkait Kasus Narkoba, Reza Artamevia Minta Keringanan Hukuman Karena Tulang Punggung Keluarga

"Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh Indosiar, maka pihak Indosiar dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutut Nahar. 

Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity, dimana akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: kemenpppa.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler