KABAR BESUKI – Mantan komisioner komnas HAM Natalius Pigai menyoroti sikap pemerintah dalam menanggapi kritik dari masyarakat.
Natalius Pigai mengatakan bahwa pemerintah saat ini terlihat anti terhadap kritik yang dilayangkan oleh masyarakat.
Ia bahkan menyebut bahwa aksi kritik yang dilontarkannya terkait kebijakan pemerintah atau Presiden Joko Widodo seringkali dianggap sebagai sebuah penghinaan.
Seperti yang baru-baru ini ramai dibicarakan, cuitan Natalius Pigai tentang Presiden Jokowi dan Ganjar Pranowo dianggap sebagai tindakan rasisme.
Padahal menurut Natalius Pigai, cuitan tersebut tak pernah bermaksud rasis kepada Presiden Jokowi dan Ganjar Pranowo. Ia menyebut bahwa cuitan tersebut hanya sebagai bentuk kritik terhadap sikap dan kebijakan Presiden Jokowi terhadap rakyat Papua.
Pria yang dikenal sebagai aktivitas Papua itu juga menegaskan bahwa di dalam konteks kritiknya terhadap kebijakan pemerintah tidak bermaksud menyinggung siapapun.
“Di dalam konteks pernyataan saya tidak menyasar siapapun, tidak menyinggung siapapun,” kata Natalius Pigai seperti dikutip Kabar Besuki dari Youtube Refly Harun pada 7 Oktober 2021.
“Jadi pernyataan saya ini banyak sekali didukung oleh intelektual-intelektual Indonesia, baik di Jawa maupun di luar Jawa,” tambahnya.
Melalui pernyataannya itu, Natalius Pigai berharap agar demokrasi di Indonesia bisa disesuaikan dan lebih fair.
Pasalnya menurut Natalius Pigai, demokrasi yang ada di Indonesia saat ini seperti hanya terfokus pada orang-orang di wilayah Jawa. Seperti halnya Presiden yang kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Padahal, menurut Pigai banyak orang di luar Jawa yang juga bisa diberi kesempatan menjadi seorang presiden.
“Rancang bangun demokrasi yang lebih fair supaya orang-orang di daerah pun bisa jadi Presiden atau siapapun bisa jadi Presiden,” ujar Natalius Pigai.
Lebih lanjut, Natalius Pigai juga menyayangkan sikap pemerintah saat ini yang justru sering menganggap kritik sebagai bentuk dari penghinaan.
Menurut Natalius Pigai, jika hal ini terus dibiarkan, maka ini akan menghilangkan hak berdemokrasi di Indonesia.
“Saya mengkritik kok saya dibilang menghina,” tutur Natalius Pigai.
“Kalau saja ini saya beri catatan sebagai orang Papua, andaikan saja kritik dianggap menghina, bayangkan suatu saat di tempat saya di Papua saya menjadi Gubernur kalau ada suku lain yang menghina atau mengkritik suku kami dianggap menghina, itu membunuh demokrasi,” tandasnya.***