KABAR BESUKI - Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung angkat bicara mengenai kasus Edy Mulyadi soal pernyataan 'jin buang anak' yang tuai kontroversi.
Edy Mulyadi dianggap telah melecehkan masyarakat Kalimantan mengenai pernyataan 'jin buang anak' yang dimaksudkan untuk mengkritisi kebijakan pemindahan ibu kota negara (IKN) oleh Presiden Jokowi.
Rocky Gerung memahami bahwa ada kemarahan masyarakat Kalimantan karena istilah 'jin buang anak' yang dilontarkan Edy Mulyadi, namun dia menyebut bahwa mereka lambat laun akan memahami maksud Edy Mulyadi yang sesungguhnya.
"Saya kira juga atau pada akhirnya, warga Kalimantan bisa memahami secara bijak kasus Edy Mulyadi. Tentu ada kemarahan dan itu hak dari masyarakat Kalimantan," kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip Kabar Besuki dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Jumat, 28 Januari 2022.
Rocky Gerung menjelaskan bahwa tata bahasa atau pemilihan diksi memiliki konteks lokal yang beraneka ragam.
Mantan pengajar sekaligus alumni Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, pemilihan diksi Edy Mulyadi merupakan cerminannya sebagai putra yang lahir di Jakarta.
"Tata bahasa itu selalu punya konteks lokal, dan karena itu tata bahasa Edy yang adalah anak Jakarta itu lain dengan cara orang Kalimantan, lain dengan cara orang Papua segala macam," ujarnya.
Meski menuai kontroversi, Rocky Gerung menilai Edy Mulyadi secara psikologis merasa geram dengan kebijakan pemerintah pusat yang terkesan memaksakan diri melanjutkan proyek pemindahan IKN.
Pria kelahiran Manado, 20 Januari 1959 itu mengatakan bahwa kalimat 'jin buang anak' yang dilontarkan Edy Mulyadi semata-mata merupakan bagian dari kritik terhadap kebijakan pemindahan IKN yang dinilainya tak bermanfaat untuk masyarakat, termasuk di antaranya masyarakat Kalimantan.
"Tapi di belakang ini kalau saya baca psikologi Edy Mulyadi, dia jengkel dengan pemindahan ibu kota ini. Karena itu sebetulnya, sasarannya adalah proyek pemindahan ibu kota. Dan karena terlalu sering diucapin, sehingga saudara Edy Mulyadi mungkin mencari istilah yang bombastis," katanya.
Di sisi lain, Rocky Gerung menyebut istilah 'jin buang anak' sebagai diksi yang bombastis, meski diakuinya juga merupakan diksi sensitif bagi masyarakat Kalimantan.
"Memang bagi anak Jakarta itu bombastis mengucapkan logat-logat begituan tuh, tapi memang ada hal yang saya memahami itu sensitif. Tapi kalau diterangkan nanti, mungkin masyarakat Kalimantan memahami bahwa si Edy itu emang antara bercanda dan nyinyir itu kita nggak bisa bedain tuh," ujar dia.
Terlepas dari kontroversi mengenai 'jin buang anak', Rocky Gerung tetap mengakui kapasitas Edy Mulyadi sebagai seorang jurnalis senior yang hebat.
Pria yang memiliki hobi mendaki gunung itu mengatakan, Edy Mulyadi yang juga merupakan rekannya di Forum News Network (FNN) merasa tak dapat membendung emosinya karena buruknya kebijakan pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Dia juga turut mengapresiasi keberanian Edy Mulyadi dalam melakukan investigasi terhadap tragedi KM 50 yang menewaskan enam orang anggota Laskar FPI.
"Edy sebagai jurnalis, dia bikin investigasi KM 50, dia kritik segala macam kebijakan, tapi wataknya memang memberi sinyal bahwa ada yang nggak beres di dalam pemindahan ibu kota tuh. Mungkin emosinya udah sampai di leher, dia merasa 'Ini pemerintah pusat memang nggak memperhatikan kepentingan daerah tuh'," tuturnya.***