Tanggapi Isu Buzzer Ahok yang Disebut Dibayar Rp4 Juta Sebulan, Refly Harun Minta Mereka Diatur Undang-undang

31 Januari 2022, 07:45 WIB
Tanggapi Isu Buzzer Ahok yang Disebut Dibayar Rp4 Juta Sebulan, Refly Harun Minta Mereka Diatur Undang-undang. /Tangkap Layar YouTube.com/Refly Harun

KABAR BESUKI - Pakar hukum tata negara Refly Harun turut menanggapi isu yang menyebut bahwa buzzer Ahok dibayar Rp4 juta dalam sebulan.

Refly Harun mengetahui isu yang menyebut bahwa buzzer Ahok dibayar Rp4 juta dalam sebulan dan beroperasi dari sebuah rumah mewah di Menteng, Jakarta Pusat berdasarkan informasi dari pemberitaan The Guardian yang kemudian dimuat ulang oleh salah satu media massa nasional.

Refly Harun meminta keberadaan buzzer khususnya Ahok sebagaimana isu yang menyebut mereka dibayar Rp4 juta sebulan diatur Undang-undang.

Baca Juga: Rocky Gerung Tantang Capres 2024 Debat dengan Refly Harun: Itu Lebih Gentle, Bukan Diam-diam Sponsori Buzzer

Refly Harun mengakui bahwa dalam setiap Pemilu termasuk di antaranya Pilkada merupakan lahan 'becek' untuk penyedia jasa buzzer.

Mantan jurnalis Media Indonesia (MI) itu mengatakan, kecurangan dan kekurangan dalam Pemilu maupun Pilkada merupakan hal yang jamak terjadi.

"Dalam kontestasi Pilkada, Pileg, Pilpres itu becek semuanya. Curang dan kurang dalam Pemilu dan Pilkada itu soal jamak," kata Refly Harun sebagaimana dikutip Kabar Besuki dari kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 31 Januari 2022.

Refly Harun juga mengungkapkan, selama ini keberadaan buzzer di Indonesia khususnya menjelang Pemilu dan Pilkada selalu menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat.

Sehingga kata dia, keberadaan buzzer khususnya dalam Pemilu dan Pilkada harus diatur secara jelas dalam sebuah Undang-undang.

"Karena itu, yang harus kita lakukan adalah bagaimana memperbaiki governance, baik Pilkada maupun Pemilu, itu yang paling penting. Termasuk mengatur bagaimana buzzer-buzzer ini, apakah ini justified ataukah tidak, harus jelas," ujarnya.

Baca Juga: Rocky Gerung Ajak 'Buzzer' Debat Terbuka di Social Media Jika Tak Sependapat dengan Dirinya

Refly Harun juga menyayangkan pembelahan atau polarisasi antara dua kelompok masyarakat yang terus terjadi di tengah masyarakat pasca Pemilu 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Pemilu 2019.

Dia mempertanyakan penyebab hal itu terjadi, terlepas dari siapapun yang berhasil menjadi pemenang Pemilu maupun Pilkada.

"Termasuk juga pasca Pemilu dan Pilkada. Masak pembelahan di masyarakat itu terus terpelihara. Jadi seolah-olah setelah Anies menang, kok terasa pembelahan masih terjadi. Setelah Jokowi menang, kok terasa pembelahan itu masih terjadi," katanya.

Terlepas dari siapa pemicunya, dia menyimpulkan bahwa pemimpin terpilih bertanggung jawab penuh dalam mengatasi retaknya kohesivitas sosial akibat perbedaan pandangan politik.

"Tetapi kalau kita bicara mengenai kohesivitas sosial, maka sesungguhnya itu adalah kegagalan pemimpin yang terpilih, siapapun dia, di tingkat apapun dia," ujar dia.

Baca Juga: Anies Baswedan Buka Suara Soal Rencana MUI DKI Jakarta Bentuk Cyber Army: Saya Gak Pernah Mau Dibikinin Buzzer

Terakhir, Refly Harun menawarkan solusi untuk mengatasi perilaku buzzer yang dinilainya melampaui batas sekaligus mewujudkan sosok pemimpin yang jujur dan amanah.

Menurutnya, tidak ada jalan lain selain dengan mewujudkan regulasi presidential treshold nol persen.

"Kuncinya di nol persen agar muncul pemimpin yang jujur dan amanah," tuturnya.***

Editor: Rizqi Arie Harnoko

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler