Mengukur Dampak Digitalisasi Penyiaran, ATVSI: Jangan Sampai Industri TV Dirugikan

- 30 Desember 2020, 18:09 WIB
Ilustrasi tv
Ilustrasi tv /Wikipedia

KABAR BESUKI – Undang-undang Cipta Kerja atau omnibus law yang resmi disahkan pada 2 November 2020 lalu mengisyaratkan proses migrasi penyiaran televisi analog ke digital secara bertahap hingga dua tahun ke depan.

Stasiun televisi yang selama ini mengudara melalui frekuensi terestrial (UHF) secara analog diharuskan untuk beralih sepenuhnya ke teknologi digital (DVB-T2) paling lambat 2 November 2022 mendatang.

Program digitalisasi penyiaran televisi yang selama ini gencar dikampanyekan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) merupakan momentum untuk menata kembali penggunaan frekuensi yang merupakan barang milik publik (public goods).

 Baca Juga: Lirik Lagu Single Kedua Angelica Dira ‘Filantropi’, Ku Dipertemukan di Sini di Dunia, Karena Alasan

Dengan adanya digitalisasi penyiaran, Indonesia akan memperoleh digital dividend untuk pengembangan jaringan internet 5G di pita frekuensi 700-800 MHz. Masyarakat Indonesia juga dapat menikmati layanan internet dengan koneksi yang lebih cepat dan stabil.

Namun selain memiliki sisi positif, digitalisasi penyiaran juga memiliki sisi negatif tersembunyi yang harus diantisipasi atau diminimalisir, agar tidak mengganggu kelangsungan hidup industri pertelevisian yang telah dibangun dengan biaya investasi yang besar.

Manfaat Digitalisasi Penyiaran

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate melalui situs resmi Kemkominfo (kominfo.go.id) menyebutkan bahwa digitalisasi penyiaran memiliki manfaat yang sangat besar bagi industri pertelevisian.

"Pertama TV digital ini memiliki ruang dan validitasnya yang meningkat. Ini bermanfaat bagi pertelevisian itu sendiri," kata Menteri Johnny dilansir dari situs resmi Kemkominfo.

Halaman:

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Kemkominfo ATVSI


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x