Ironisnya kata dia, harga lisensi beberapa episode serial animasi luar negeri seperti Doraemon dan Upin-Ipin dinilai jauh lebih murah dibandingkan biaya produksi satu episode Keluarga Somat.
"Kalau kita mau lisensi Doraemon, itu mungkin 1.000-2.000 dolar aja udah dapat, jomplang kan?," katanya.
Selain itu, Sutanto Hartono juga mengungkapkan perbedaan perilaku menonton anak-anak dan orang dewasa dinilai sebagai penyebab utama animasi karya anak bangsa sulit berkembang.
Menurutnya, penonton anak-anak tak banyak yang memperhatikan detail visual dari program animasi yang ditontonnya.
Dia mengungkapkan, anak-anak cenderung lebih nyaman dengan jalan cerita dari animasi yang dianggap menarik meski merupakan produk impor dan menggunakan subtitle atau dubbing audio ke dalam Bahasa Indonesia.
Berbeda dengan perilaku menonton orang dewasa, yang masih bisa membedakan kecantikan visual dari sinetron Indonesia dengan drama luar negeri.
"Masalahnya kalau anak-anak, itu cukup di-dubbing aja udah happy. Nah, kalau orang dewasa nonton sinetron, cantiknya Indonesia sama cantiknya Telenovela, mereka masih peduli," ujar dia.
Baca Juga: Turning Red Film Animasi Tentang Proximal Parenting dan Penerimaan Diri
Di sisi lain, Sutanto Hartono juga mengingatkan bahaya laten yang akan terjadi jika pemerintah mempermudah pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) kepada pemain baru saat analog switch off (ASO) diberlakukan.