Tak Ingin Ketinggalan, Warga Gwangju Korsel Tunjukkan Solidaritas kepada Myanmar dengan Melakukan Hal Ini

- 22 Maret 2021, 19:28 WIB
ILUSTRASI Demo,
ILUSTRASI Demo, /PIXABAY

 

KABAR BESUKI - Bagi masyarakat Gwangju, yang pernah menjadi korban pada tahun 1980 dan ditindas oleh junta militers yang menyebabkan warganya terbunuh dan hilang, dengan perasaan yang sama, melakukan demonstrasi atas tindakan keras militer Myanmar.

Mereka merasakan kesamaan antara pemberontakan 18 Mei Gwangju dan protes yang sedang berlangsung di Myanmar, warga di Gwangju menunjukkan solidaritas dan melakukan kegiatan untuk mendukung gerakan pro-demokrasi negara Asia Tenggara.

Menurut Yayasan Peringatan 18 Mei, Minggu, lebih dari 100 organisasi sipil di kota barat daya membentuk kelompok solidaritas baru-baru ini untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap gerakan pro-demokrasi di Myanmar.

Baca Juga: Mengenang Nawal El-Saadawi, Penulis dan Pegiat Feminis Dunia yang Tutup Usia Pada Umur 89 Tahun

Kelompok solidaritas telah demo di dekat Terminal Bus Gwangju setiap hari Minggu, 21 Maret 2021, untuk meningkatkan kesadaran warga atas protes pro-demokrasi di Myanmar. Kampanye penggalangan dana juga sedang dilakukan untuk mengirimkan pasokan bantuan kepada para pengunjuk rasa di sana.

Jaringan Persaudaraan Asia di Gwangju juga mengadakan rapat umum setiap hari Sabtu sejak awal Maret di 5.18 Democracy Square. Dalam unjuk rasa tersebut, warga Gwangju dan mahasiswa dari Myanmar menumbuk panci dan wajan, untuk mengusir roh jahat dan ungkapan ketidaksetujuan militer.

Baca Juga: Diduga Sudah Memasuki Musim Kemarau dan Telah Alami Kebakaran Hutan, Satgas Riau Fokus Lakukan Pemadaman

Selain kegiatan tersebut, kelompok masyarakat di Gwangju telah mengeluarkan pernyataan untuk menyerukan pemulihan demokrasi dan perdamaian di Myanmar. Mereka juga mendesak masyarakat dan komunitas internasional untuk terus memperhatikan masalah tersebut.

"Ada banyak kesamaan antara Pemberontakan Gwangju pada 1980 dan protes di Myanmar. Kudeta militer, protes warga dan tindakan keras militer terhadap warga sipil mengingatkan kami tentang apa yang terjadi di sini 41 tahun lalu," kata Jang Heon-kwon, kepala Asosiasi Komunitas Kristen Gwangju.

Baca Juga: Inginkan Putranya untuk Masuk Islam, Tapi Deddy Corbuzier Belajar dari Masa Lalunya yang Tidak Ada Paksaan

Ia melanjutkan, "Penting bagi warga Gwangju untuk mendukung gerakan pembangkangan rakyat Myanmar terhadap militer, dengan pikiran yang sama seperti saat kami memprotes kekuasaan militer."

Sekedar informasi, pada Mei 1980, gerakan pro-demokrasi terjadi di seluruh negeri yang menentang darurat militer yang dideklarasikan oleh junta militer yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan. Gwangju menjadi pusat pemberontakan, dan militer menindas para pengunjuk rasa sipil dengan kekerasan.

Lebih dari 200 warga tewas atau hilang dan ribuan orang terluka, tetapi data tidak resmi menunjukkan hal tersebut, yang memungkinkan korban tewas lebih banyak.

Selain Gwangju, kelompok sipil dan agama di Korea secara aktif mengungkapkan solidaritas dan dukungannya terhadap gerakan pro-demokrasi di Myanmar.***

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: Channel News Asia


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x