Putin Tidak Akan Berhenti Menyerang Ukraina, Georgia Mulai Khawatir

- 7 April 2022, 08:20 WIB
Georgia mulai kahwatir akan menjadi target selanjutnya dari agresi Rusia
Georgia mulai kahwatir akan menjadi target selanjutnya dari agresi Rusia /pixabay/

KABAR BESUKI - Ribuan penduduk di Ukraina saat ini diperkirakan akan melarikan diri dari Donbas, Ukraina timur, saat Rusia meningkatkan ofensifnya.

Wilayah tersebut telah dikendalikan oleh sekelompok separatis Rusia sejak 2014 setelah adanya gerakan protes Euromaidan.

Rusia diperkirakan telah sangat mempengaruhi mereka yang tinggal di kawasan itu melalui kampanye propaganda dan disinformasi.

Baca Juga: Rusia Membantai Warga Sipil Bahkan Tim Penyelamat Korban Dihentikan

Wilayah itu adalah daerah pertama yang Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukan Rusia untuk menjaga perdamaian seperti yang dia jelaskan dikutip Kabar Besuki dari express.co.uk.

Sementara Rusia telah berjanji mengurangi operasi militernya di negara sekitar Kyiv, diperkirakan personel akan dikerahkan kembali ke selatan dan timur Ukraina untuk melipat gandakan kekuasaan ketat yang sudah dimiliki Rusia.

Ukraina sebagian besar telah menahan Rusia dari membuat kekacauan yang serius, tetapi penembakan dan pemboman kota-kota berulang dan tak henti henti, terutama yang seperti Mariupol Kharkiv telah membuat presiden Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO.

Putin mengklaim salah satu alasan utama dari invasinya adalah mencegah ekspansi NATO ke arah timur perbatasan Rusia, sepertinya untuk saat ini rencananya tampak berhasil.

Baca Juga: HYBE Bantah Tuduhan yang Diberikan ke Kim Garam LE SSERAFIM: Itu Semua Tidak Benar

Tetapi, faktanya hal tersebut membuat beberapa tetangga Rusia yang merupakan bagian dari UE dan NATO takut mereka bisa menjadi sasaran berikutnya.

Georgia menjadi salah satu fokus utama bagi para ahli, tidak seperti negara-negara Baltik, semua anggota UE dan NATO, Georgia belum diterima menjadi salah satu organisasi, meskipun dijanjikan keanggotaan NATO pada 2008 bersama Ukraina.

Seperti halnya Ukraina, alasan bergabung dengan NATO adalah mengekalkan konstitusinya.

Natia Seskuria, seorang rekan di Royal United Services Institute (RUSI) Georgia, mengatakan bahwa negara itu khawatir bahwa negaranya akan melupakan ambisi NATO dalam menghadapi agresi Rusia.

Baca Juga: Kim Garam LE SSERAFIM Dituduh Lakukan Penindasan di Sekolah, Netizen Bongkar Ini

Dia mengatakan kepada Express.co.uk, bahwa dia sangat khawatir menyangkut semua orang di Georgia, karena dia berpikir Putin tidak akan berhenti terhadap Ukraina.

“Dalam satu atau lain cara, saya tidak menyarankan bahwa akan ada perang lain di Georgia, jika Ukraina mengubah konstitusinya sehubungan dengan keanggotaan NATO, saya pikir Georgia akan menjadi negara berikutnya yang menjadi korban berikutnya,” lanjutnya.

“Itu pasti menjadi perhatian setiap orang di Georgia hari ini,” tambahnya.

Perang antara Rusia dan Georgia dimulai pada 1 Agustus 2008, setelah bertahun-tahun ketegangan yang terpendam di wilayah pimpinan pemberontak, pro akan Rusia di Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang keduanya telah mendeklarasikan sebagai negara republik.

Baca Juga: Lonjakan Baru COVID-19 Tanpa Gejala, Shanghai Perketat Lockdown

Ossetia Selatan dan Abkhazia dianggap sebagai zona konflik sejak tahun 90-an, setelah Georgia dan Uni Soviet merdeka pada tahun 1991.

Pada awal konflik 2008, pasukan Ossetia Selatan yang didukung oleh Rusia membantai desa-desa Georgia dengan aksi sporadis dari pasukan penjaga perdamain Georgia di daerah itu.

Pertempuran semakin intensif, Georgia mengirim pasukan militer untuk menghentikan serangan.

Pada 7 Agustus, beberapa tentara Rusia diperkirakan secara ilegal melintasi perbatasan zona konflik Ossetia Selatan, tak lama setelah Rusia melakukan invasi darat, udara, dan laut dengan skala penuh ke Georgia, termasuk wilayah yang tak terbantahkan.

Baca Juga: Putin Berikan Ultimatum! Negara-negara Eropa yang Memberi Sanksi, Kini Dibalas oleh Rusia

Rusia menggambarkan upaya militernya sebagai penegakan perdamaian.

Dia berhasil memaksa militer Georgia untuk mundur dan langsung memblokir sebagian besar garis pantai, menargetkan daerah-daerah baik di dalam maupun di luar zona konflik.

Setelah itu Presiden Prancis Nicolas Sarkozy merundingkan gencatan senjata pada 12 Agustus, akhirnya pertempuran berhenti.

Hanya beberapa bulan sebelum konflik, bulan April 2008, NATO menyetujui Georgia akan menjadi anggota NATO, yang berarti bahwa organisasi sekutu akan mengapit perbatasan Rusia dengan Kaukasus.

Invasi Rusia ke Ukraina telah memicu gejolak politik di Georgia, warga tampaknya menentang tindakan pemerintah mereka.

Baca Juga: Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Berikan Pesan Menyentuh di Grammy Awards: Mohon Dukung Kami

Sementara banyak orang Georgia turun ke jalan untuk melakukan protes tindakan Moskow, pemerintah Georgia lebih berhati-hati dalam melakukan pendekatan.

Ketika negara-negara Eropa menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia, Perdana Menteri Irakli Garibashvili menolak untuk memberlakukan pembatasan yang sama.

Apa yang dilakukan pemerintah, bagaimanapun, adalah membuat kebijakan berlawanan untuk mempercepat penerapan di UE dalam menghadapi agresi Rusia.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: express.co.uk


Tags

Terkait

Terkini

x