“Kita perlu fokus pada impor penting, tidak perlu khawatir tentang pembayaran utang luar negeri,” tambahnya.
Analis JP Morgan memperkirakan pembayaran utang bruto Sri Lanka akan mencapai $7 miliar pada tahun 2022 dan defisit transaksi berjalan sekitar $3 miliar.
"Pasar mengharapkan default ini datang," kata Carl Wong, kepala pendapatan tetap di Avenue Asset Management, yang tidak lagi memegang obligasi Sri Lanka.
“Sekarang kita harus melihat bagaimana pemerintah baru menangani kekacauan di darat saat berbicara dengan IMF,” tambahnya.
Pemerintahan Rajapaksa juga mencari bantuan dari negara-negara termasuk India dan China, yang merupakan salah satu kreditur terbesarnya.
“China telah melakukan yang terbaik untuk memberikan bantuan bagi pembangunan sosial ekonomi Sri Lanka dan akan terus melakukannya ke depan,” kata seorang perwakilan Kementerian Luar Negeri pada briefing Selasa, 12 April 2022.***