Tidak Semua Mantra di Banyuwangi Negatif, Kenali Fungsi Mantra dari Warnanya

15 Februari 2021, 21:56 WIB
Foto buku dan lilin /PIXABAY

KABAR BESUKI - Mantra, saat mendengar kata itu, apa yang terlintas di pikiran anda? Mungkin guna-guna, hipnotis, atau bisa santet.

Kata mantra sering ditafsirkan menjadi hal yang buruk. Kemungkinan penafsiran itu lahir dari perspektif dan masa lalu.Bisa juga karena kejadian dan hal yang bersifat negatif lebih melekat di otak manusia dibandingkan hal positif.

Indonesia kaya akan kebudayaan yang berhubungan dengan animisme-dinamisme. Mantra juga merupakan hasil kebudayaan. Tepatnya masuk ke kebudayaan lisan.

Baca Juga: WandaVision, Serial Marvel yang Mengusung Sitcom Kehidupan Normal yang Tak Biasa

Apabila mantra pada masa lalu hanya berfungsi untuk melakukan hal yang jahat, maka tradisi lisan di Indonesia dikuasai oleh hal. Nyatanya tidak begitu. Seiring berkembangnya pengetahuan manusia, maka keingintahuan mereka juga berkembang. Termasuk keingintahuan fakta dari mantra.

Hampir seluruh, atau mungkin seluruh daerah di Indonesia memiliki mantra. Entah itu mantra yang berfungsi untuk beribadah atau lainnya. Satu daerah yang dikenal dengan mantranya adalah Banyuwangi. Bukan rahasia umum apabila dulu kabupaten ini dijuluki kota santet.

Baca Juga: 6 Tips Jitu Atasi Jerawat Puber, Hilangkan Kebiasaan Memencet Jerawat

Tapi tunggu dulu! Tahun 2007 terbit buku yang berjudul ‘Memuja Mantra: Sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using Banyuangi’ karya Heru S.P. Saputra.

Buku ini membahas pengertian sabuk mangir, jaran goyang, beserta mantra yang digunakan.

Diceritakan, mantra di Banyuwangi merupakan sebuah puisi dari suku Using. Mantra berbahasa Using ini merupakan doa sakral yang mengandung magi dan berkekuatan gaib. Bagi orang Using, mantra merupakan salah satu khazanah budaya yang tidak terpisahkan dengan budaya lainnya.

Eksistensi mantra tetap dibutuhkan oleh orang Using. Salah satunya untuk alternatif pranata sosial tradisional. Biasanya mantra digunakan ketika pranata formal tidak mampu memenuhi keinginan mereka.

Baca Juga: LINK Live Streaming Top 9 Spektakuler Show Indonesian Idol Malam Ini Pukul 21.00 WIB di RCTI

Mantra-mantra Using itu unik, mereka menggunakannya bergantung pada pola kehidupan masyarakatnya yang praktis.

Menurut Kusnadi, dalam buku ‘Santet dalam Pandangan Orang Using’, mantra Using dibagi menjadi empat jenis. Mantra dipisah berdasarkan warna dan kegunaan. Berikut pembagian jenis mantra Using:

  1. Mantra Hitam

Mantra ini biasanya mengandung jiwa-jiwa jahat dan digunakan untuk menyakiti orang lain. Biasanya korban mantra ini dapat meregang nyawa, tapi tidak jarang korban dapat kehilangan harta benda. Contoh mantra hitam: bantal nyawa, bantal kancing, dan cekek.

Baca Juga: Kiamat Sudah Dekat! Sudah Muncul Tandanya di Mekah, Bersiaplah Pertanda Ini Nyata

  1. Mantra Merah

Mantra merah umumnya digunakan karena dorongan hawa nafsu. Bertujuan untuk menyiksa batin dan fisik korbannya. Akan tetapi, dampak dari mantra ini tidak meluas hingga ke ranah sosial, dan tidak separah mantra hitam. Contoh mantra merah: jaran goyang, semut gatel, dan polong dara.

  1. Mantra Kuning

Mantra berwarna kuning digunakan berdasarkan ketulusan hati dan maksud baik. Gunanya bukan hanya supaya pengguna mantra disenangi atau dicintai sesama manusia, tetapi termasuk juga binatang. Contoh mantra kuning: gandrung mangu-mangu, prabu kenya, semar mesem, dan si kumbang putih.

Baca Juga: LINK Live Streaming Top 9 Spektakuler Show Indonesian Idol Malam Ini Pukul 21.00 WIB di RCTI

  1. Mantra Putih

Mantra Outih ialah mantra yang mengandung jiwa-jiwa kebaikan dan digunakan untuk kebaikan. Mantra ini digunakan untuk menetralisir penggunaan mantra hitam, atau biasanya disebut penolak bala.

Jadi, tidak semua mantra di Banyuwangi berfungsi secara negatif. Ternyata, ada juga yang dapat digunakan untuk kebaikan. Bahkan untuk menangkal santet sekalipun.***

Sumber: Artikel Heru S.P. Saputra ‘Mantra Using: Sebuah Pemahawan Awal’ (1999)

Editor: Surya Eka Aditama

Tags

Terkini

Terpopuler