4 Faktor Pemicu Maraknya Pembajakan Konten di Indonesia, Salah Satunya 'Mental Gratisan'

- 26 Juni 2022, 13:27 WIB
4 Faktor Pemicu Maraknya Pembajakan Konten di Indonesia, Salah Satunya 'Mental Gratisan'.
4 Faktor Pemicu Maraknya Pembajakan Konten di Indonesia, Salah Satunya 'Mental Gratisan'. /Ilustrasi/PIXABAY/ZyrexPI

KABAR BESUKI - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat pembajakan konten terbesar di Indonesia.

Maraknya pembajakan di Indonesia menjadi salah satu momok bagi pelaku industri kreatif khususnya di bidang media dan hiburan.

Salah satu faktor yang menjadi pemicu maraknya pembajakan konten di Indonesia adalah 'mental gratisan' yang masih mengakar di kalangan masyarakat.

Murahnya harga yang ditawarkan penyedia layanan hiburan (TV berlangganan maupun over the top atau OTT) tak serta merta membuat praktik pembajakan konten di Indonesia hilang begitu saja.

Baca Juga: SCM Gandeng DJKI dan Kepolisian Berantas Pembajakan Hak Siar Piala Dunia 2022 dan Liga Inggris

Berikut empat faktor pemicu maraknya pembajakan konten di Indonesia sebagaimana telah dirangkum Kabar Besuki dari berbagai sumber:

1. Kurangnya Kesadaran Masyarakat

Salah satu faktor pemicu maraknya pembajakan konten di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk menghargai hak cipta atau hak atas kekayaan intelektual (HAKI).

Perlu diketahui bahwa biaya untuk memproduksi atau membeli sebuah konten (musik, film, hingga olahraga) membutuhkan biaya yang seringkali tidak sedikit.

Bahkan untuk pembelian hak siar sebuah kompetisi sepak bola, seringkali pemegang hak siar sulit untuk mengembalikan modal karena revenue yang diperoleh cenderung tak sebanding dengan pengeluarannya.

Maraknya praktik pembajakan konten dinilai sebagai salah satu penyebab pemilik hak siar atau hak cipta merasa dirugikan setelah menempuh perjuangan yang tidak mudah untuk menghadirkannya ke hadapan masyarakat.

Berbagai tindakan hukum yang sudah dilakukan oleh pemilik rights kerap kali tak membuat pelaku pembajakan konten merasa jera.

Baca Juga: SCM Tegaskan Komitmen Siarkan Piala Dunia 2022 dan Liga Inggris, Imam Sudjarwo Berharap Tak Ada Pembajakan

2. Mental Gratisan

Meski banyak platform OTT maupun TV berbayar yang menawarkan harga paket berlangganan dengan harga yang terbilang ekonomis secara legal, tak mudah untuk mengurangi atau bahkan memberantas 'mental gratisan' yang terlanjur mengakar di Indonesia.

Mengakarnya 'mental gratisan' juga menjadi salah satu faktor pemicu maraknya praktik pembajakan konten di Indonesia, dengan dalih bahwa segala jenis hiburan termasuk olahraga bukan merupakan sesuatu yang layak dikomersialisasi di tanah air.

Bahkan, sebagian oknum pihak ketiga menyalahgunakan layanan resmi (TV berbayar maupun OTT) dan menyiarkannya kembali untuk ditonton secara gratis oleh publik tanpa izin pemilik hak siar.

Sejumlah oknum tersebut memanfaatkan banyaknya masyarakat Indonesia yang masih menganut 'mental gratisan' untuk meraup keuntungan dengan cara mengeruk pendapatan dari programmatic advertising.

Padahal, mayoritas penyedia layanan TV berbayar dan OTT hanya menjual tayangannya kepada pelanggan hanya untuk penggunaan pribadi, bukan untuk disiarkan kembali (re-broadcast atau re-stream) kepada pihak lain tanpa izin resmi secara khusus.

Baca Juga: Emtek Akan Perangi Pembajakan Siaran Piala Dunia 2022 dengan Berbagai Cara: Kita Minta Support dari FIFA

3. Rendahnya Tingkat Ekonomi

Indonesia diketahui merupakan negara dengan mayoritas penduduk berpenghasilan menengah ke bawah.

Banyaknya penduduk Indonesia yang berpenghasilan menengah ke bawah kerap dimanfaatkan oleh sejumlah oknum tak bertanggungjawab untuk melakukan praktik pembajakan konten media dan hiburan, termasuk di dalamnya olahraga.

Akan tetapi, hal tersebut sesungguhnya dapat diatasi dengan cara menggugah kesadaran masing-masing individu terhadap HAKI disertai penguatan edukasi manajemen keuangan pribadi agar mampu membeli konten secara legal dengan harga yang ekonomis.

4. Keterbatasan Jangkauan Siaran Terestrial

Keterbatasan jangkauan siaran terestrial dari sejumlah stasiun TV swasta nasional kerap dimanfaatkan oleh sejumlah oknum pemilik atau pengelola usaha TV kabel di berbagai daerah untuk melakukan praktik pembajakan konten.

Mahalnya harga paket berlangganan TV satelit (berdasarkan persepsi masyarakat menengah ke bawah) membuat banyak kalangan mengambil celah bisnis yang dinilai berpotensi melanggar UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Dengan hanya membeli sejumlah perangkat untuk dipasang di head-end dan menarik kabel kepada pelanggan dan menarik biaya berlangganan dengan harga yang sangat murah, mereka bisa mengambil potensi keuntungan yang cukup besar dari bisnis TV kabel meski tanpa memperoleh izin dari pemilik hak siar.

Mereka bisa menyiarkan beberapa saluran free to air (FTA) khususnya dari MNC Group dan Emtek tanpa izin dari MNC Vision Networks (MVN) maupun Indonesia Entertainment Group (IEG) termasuk dengan konten olahraga yang mereka siarkan, namun mereka mengambil keuntungan sepihak tanpa memberikan kontribusi apapun kepada pemilik hak siar.

Tidak mengherankan jika MNC Group (kecuali untuk iNews) dan Emtek (sejauh ini hanya untuk siaran dalam format HD) memberlakukan enkripsi permanen pada transponder saluran FTA mereka di satelit Telkom 4 agar potensi pembajakan konten oleh operator TV kabel dapat diminimalisir atau bahkan dihentikan.***

Editor: Rizqi Arie Harnoko

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Terkait

Terkini