KABAR BESUKI - Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai pembukaan peluang revisi UU ITE pada Senin 15 Februari lalu disambut baik oleh sejumlah pejabat yang setuju akan revisi UU ITE yang dianggap sebagai pasal karet.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan meminta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," jelas Jokowi.
UU ITE seringkali digunakan masyarakat sebagai dasar hukum untuk rujukan pencemaran nama baik.
Baca Juga: 12 Makanan dan Minuman Meredakan Asam Lambung, Salah Satunya Soda Kue
Padahal UU ITE terbit pada 25 Maret 2008 dengan cakupan globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan dan melindungi kehidupan bangsa.
UU ITE sebenarnya mengandung banyak sisi positif hanya saja dalam pasal-pasalnya banyak terkandung pasal karet yang dapat bersifat diskriminatif bagi sebagian orang.
Selain itu UU ITE dianggap terlalu membatasi hak kebebasan berekspresi, berpendapat, dan menghambat kreativitas pengguna internet.
Revisi ini dilakukan guna mengantisipasi banyaknya tuntutan hukum yang menggunakan UU ITE sebagai dasar hukum untuk saling melaporkan pencemaran nama baik, padahal hal ini dapat membuat proses hukum minim keadilan.
Selain itu pasal karet dalam UU ITE yang menyebabkan multitafsir juga sering menjadi kendala penegak hukum dalam melakukan tugasnya.
Revisi UU ITE ini juga diharapkan tetap menjaga tujuan utama disusunnya UU ITE.
Untuk merevisi UU ITE ini pemerintah sudah menyiapkan dua tim demi melakukan kajian revisi tersebut.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
"Tim ini akan mulai bekerja hari Senin tanggal 22 bulan Februari ini. Dan mereka akan dipanggil untuk segera bekerja," kata Mahfud MD dalam keterangan videonya.
Mahfud MD menjelaskan tim pertama dilakukan oleh Kemkominfo dan Kementerian lain di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dan bertugas membuat interpretasi teknis terkait kriteria pasal-pasal UU ITE yang dianggap pasal karet.
Baca Juga: Sering Merasakan Salah Satu Dari Hal Ini? Ternyata Itu Tandanya Anda Butuh Liburan Lho!
Tim kedua adalah tim revisi UU ITE yang akan mendiskusikan pasal-pasal yang bersifat diskriminatif yang akan dilakukan secara terbuka.
Mahfud juga menjelaskan bahwa tim pakar revisi UU ITE juga mendatangkan pakar dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lembaga terkait lainnya.
Meskipun banyak mendapat dukungan dari berbagai mengenai revisi tersebut, ada juga anggota dewan yang tidak menyetujui revisi UU ITE karena dianggap berbahaya jika tidak punya dasar hukum seperti yang terkandung dalam UU ITE.***