Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Paparkan Penyebab Terorisme Sulit Dihentikan di Indonesia

3 April 2021, 08:59 WIB
Logo Muhammadiyah./ /Muhammadiyah

KABAR BESUKI - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memaparkan sejumlah faktor yang menyebabkan tindak pidana terorisme sulit dihentikan di Indonesia. Salah satunya, pola penanganan aksi terorisme tersebut.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan, dari 131 terduga atau tersangka teroris termasuk kasus Siyono, umumnya penindakan lebih kepada mematikan bukan melumpuhkan.

"Pertama, pola penanganan di luar sistem peradilanpidana yang lebih kepada mematikan bukan melumpuhkan," ujar Trisno dalam diskusi tentang terorisme, HAM dan arah kebijakan negara yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Jumat, 2 April 2021.

Baca Juga: Tutup Pintu Rumah! Jangan Tidur atau Keluar Rumah di Waktu Maghrib, Ini Alasan Ilmiah Menurut Islam

Selama ini sistem peradilan penanganan tindak pidana terorisme selalu terpusat.

Padahal tidak ada pasal yang mengatur untuk hal ini. Sebagai contoh jika ada penangkapan teroris di Medan atau Makasar maka dibawa ke Jakarta.

Kalau pun ingin dibawa ke Jakarta, maka sidangnya harus tetap dikembalikan ke masing-masing tempat. Tujuannya, agar tidak terjadi ruang sunyi persidangan.

Baca Juga: Sederhana Tapi Menyehatkan, Ini Kandungan Zat dalam Air dan Manfaat Mengonsumsi di Malam Hari

"Ruang persidangan terorisme itu saya katakan adalah ruang sunyi persidangan," kata dia.

Di satu sisi, Trisno memahami tujuan tersebut agar tidak ada gangguan jalannya proses persidangan.

Kemudian, alasan kenapa tindak pidana terorisme sulit dicegah karena pengawasan dari DPR dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih lemah, termasuk pula kegagalan program deradikalisasi.

Menurut dia, program deradikalisasi perlu dievaluasi secara mendasar. Sebab, sasaran-sasaran yang akan dideradikalisasi tersebut atau programnya tidak optimal untuk dikembangkan.

Baca Juga: 14.071 Peserta Ikuti UTBK SBMPTN, Wakil Rektor Universitas Jember: Panitia Siapkan 13 Lokasi

Terakhir, menimbulkan rasa takut dan memiliki "jaringan" sebagai komoditi. Ada anggaran pencegahan, ada penindakan atau ada juga pesanan yang kaitannya dengan satu program yang muncul.

Kendati demikian, ke depan hal itu harus dipertimbangkan. Ruang sidang yang sunyi justru menjadikannya jauh dari keterbukaan dalam persidangan.

Di Amerika Serikat kasus tindak pidana terorisme dianggap sebagai sebuah perang sehingga tidak mau dibawa ke meja peradilan sipil.

Aksi teror terjadi di Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret 2021 sore. Dari rekaman CCTV yang merekam serangan tersebut, terlihat perempuan yang mengenakan busana serba tertutup menodongkan senjata ke arah polisi yang berjaga.

Baca Juga: Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Ungkap Akan Kawal Panen dan Penyerapan Gabah untuk Jaga Stok Beras

Terduga teroris tersebut sempat menodongkan senjata api kepada aparat yang sedang bertugas di sekitar gerbang Mabes Polri.

Tidak menunggu lama terduga teroris berjenis kelamin perempuan tersebut langsung dilumpuhkan dengan timah panas oleh petugas karena telah mengancam keselamatan.

Saat pelakku telah dilumpuhkan hingga tewas, tampak sebuah map kuning tergeletak tak jauh dari jasadnya. Selain itu ada pula diduga senjata api laras pendek yang ia pegang.

Baca Juga: TES KEPRIBADIAN! Apa yang Anda Lihat Pertama, Ini Akan Menguak Rahasia Kelemahan Anda Dalam Cinta

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membeberkan pelaku teror di Mabes Polri berinisial ZA. Pelaku beraksi seorang diri atau lone wolf.

Kapolri meyakini aksi ZA didorong oleh paham radikalisme teroris yang kemungkinan terhubung dengan jaringan ISIS.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler