Polri Cabut Telegram Kontroversial yang Beredar di Masyarakat, Begini Isi Surat Sebenarnya

7 April 2021, 09:39 WIB
Karopenmas Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono sebut sebagian masyarakat masih sebut teroris hanya rekayasa. /Youtube Public Virtue Institute /

KABAR BESUKI – Agar tidak terjadi kesalahpahaman di dalam masyarakat, Markas Besar Polri mencabut Telegram Kapolri bernomor 750 tentang larangan pemberitaan yang memuat arogansi kepolisian karena menimbulkan multitafsir di masyarakat.

Terkait kejadian tersebut, Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenum) Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Mabes Polri, sebagaimana dilansir Kabar Besuki dari laman ANTARA Jatim pada 7 April 2021 mengatakan  bahwa Telegram Kapolri bernomor 750 tersebut sebenarnya ditujukan untuk media internal Polri.

"Oleh karena itu Mabes Polri mengeluarkan Surat Telegram Nomor 759 yang isinya Surat Telegram Nomor 750 itu dibatalkan, sehingga ke depan tidak ada lagi multitafsir terhadap hal-hal seperti itu," tutur Rusdi.

Baca Juga: Hampir 1 Juta Orang Korea Selatan Telah Divaksinasi, KDCA Beri Penjelasan Tentang Efek Samping Vaksin COVID-19

Ia juga menjelaskan bahwa Telegram Kapolri dengan TR Nomor ST/750/IV/HUM/3.4.5/2021 tertanggal 5 April 2021 dan ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono tersebut bersifat internal.

Maksud dan Tujuan awal Telegram Kapolri tersebut sebenarnya adalah Mabes Polri memberikan petunjuk dan arahan kepada pengemban fungsi humas kewilayahan agar profesional dan humanis dalam menjalani tugasnya.

Hal ini berdasarkan tugas pokok Polri yang tertuang dalam Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, yakni tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Baca Juga: Nyanyikan Lagu Orang Lain di Tempat Karaoke hingga Konser, Kini Harus Bayar Royalti, Ini Aturannya

"Diharapkan tampilan-tampilan Polri di hadapan masyarakat adalah tampilan-tampilan Polri yang profesional dan humanis," jelas Rusdi.

Ia mengakui pencabutan Telegram Kapolri tersebut sebagai revisi atas polemik yang timbul setelah Telegram Kapolri Nomor 750 itu beredar dan diberitakan sejumlah media massa.

Menurut Rusdi, pihak Polri telah melakukan kajian akademis sebelumnya menerbitkan petunjuk dan arahan Kapolri tersebut sebagai wujud keinginan Polri memberikan yang terbaik kepada masyarakat.

Baca Juga: Waspada! Konsumsi Tomat Beserta Bijinya Ternyata Bisa Berbahaya Bagi Kesehatan, Ini Alasannya

"Direvisi ketika banyak muncul penafsiran di luar Polri terhadap surat telegram 750, oleh karena itu pimpinan mengeluarkan kebijakan dengan munculnya surat telegram 759 yang menyatakan surat telegram 750 dibatalkan. Mudah-mudahan ini menyelesaikan penafsiran-penafsiran di masyarakat," ujarnya.

Dalam Telegram Kapolri tersebut memuat 11 poin perintah dan arahan Kapolri yang pada poin satu bertuliskan : media dilarang menyiapkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, namun humanis.

Baca Juga: Makan Salmon Kaleng Miliki 4 Manfaat Ini, Salah Satunya Meningkatkan Kecerdasan Otak Menurut Penelitian

Perintah berikutnya, tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian berwenang dan atau fakta pengadilan.

Perintah kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan atau kejahatan seksual, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang terduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.

Kedelapan, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

Baca Juga: Hindari 7 Jenis Makanan dan Minuman Ini Saat Anda Menderita Flu dan Demam, Salah Satunya Susu

Selanjutnya, dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

Terakhir, tidak menampilkan adegan eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler