Ditolak 12 Rumah Sakit Akhirnya Pasien Covid-19 Ini Meninggal Dunia, Akbar: Masih Sadar Saat Saya Mengantarnya

1 Agustus 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi Indonesia Melawan Gelombang Kedua Covid-19, Menyebabkan Pasokan Oksigen di Rumah Sakit Menipis /Pixabay/asayuri/

KABAR BESUKI - Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan dikarenakan banyak masyarakat yang memaksa untuk pergi mudik saat hari Raya Idul Fitri.

Saat itu pemerintah sudah melarang, dan sudah memberi peringatan agar masyarakat tidak memaksa untuk pergi mudik ke kampung halaman, karena hal ini untuk mengurangi jumlah kasus positif Covid-19.

Kali ini Indonesia melawan gelombang kedua Covid-19, dan menyebabkan pasokan oksigen di Rumah Sakit menipis. Dan ada seorang pasien Covid-19 sudah 12 kali pergi ker Rumah Sakit namun ditolak, dan akhirnya pasien tersebut meninggal dunia.

Baca Juga: Tanda-tanda Virus Covid-19 Akan Berakhir, dan Ini Konsekuensi yang Akan Diterima Para Penyebarnya

Dengan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, Hary Akbar mengendarai ambulansnya melewati lalu lintas.

Saat itu pada awal Juli, sopir ambulans sukarelawan baru saja menjemput seorang pasien Covid-19 berusia 56 tahun di Tangerang, di pinggiran Jakarta.

Namun, rumah sakit yang ia kunjungi pertama kali menolak pasien karena sudah keluar dari tempat tidur. Setelah mengelilingi kota Tangerang, ia memutuskan untuk mencoba pergi ke Jakarta.

Baca Juga: Rocky Gerung Tanggapi Pendapat Pandu Riono yang Menyebut Indonesia Menuju Jebakan Pandemi

“Saya cemas, terutama karena saya sudah lama berada di ambulans bersama pasien, takut tertular penyakit itu. Tapi saya tidak khawatir dia akan mati karena dia masih sadar,” ujar Hary.

Setelah 6 jam di jalan dan ditolak oleh 12 rumah sakit, Pak Akbar dan pasien setuju untuk berhenti sehari dan kembali ke rumah yang terakhir.

Keesokan harinya, Pak Akbar kembali ke rumah pasien, berniat untuk melanjutkan pencarian. 

Baca Juga: Laptop Pelajar Dibandrol Seharga Rp10 Juta, Fadli Zon: Jangan Keterlaluan Cari Untung

Namun pasien tersebut telah meninggal dunia, menghembuskan nafas terakhirnya sekitar 3 jam setelah Pak Akbar menurunkannya.

“Saya tidak tahu karena dia masih sadar saat saya mengantarnya pulang. Dia masih bisa berbicara,” katanya kepada CNA.

Pak Akbar mencerminkan bagaimana sistem perawatan kesehatan Indonesia kewalahan ketika kasus Covid-19 melonjak.

Baca Juga: Fadli Zon Kritik Pedas Laptop Merah Putih Seharga Rp10 Juta: Jangan Keterlaluan Cari Untung di Tengah Pandemi

Setelah gelombang pertama kasus tahun lalu, hal-hal tampaknya telah berkurang pada kuartal pertama tahun ini karena orang-orang mulai menerima apa yang mereka pikir sebagai skenario normal baru.

Namun, keadaan berubah menjadi gelap setelah liburan Idul Fitri di bulan Mei, dengan catatan beban kasus harian baru yang dibuat berulang kali.

Meskipun pembatasan darurat diterapkan, tempat tidur rumah sakit kurang dan banyak pasien Covid-19 dilaporkan telah ditolak perawatannya, memaksa mereka untuk mengasingkan diri di rumah.

Sementara itu, pekerja sektor informal belum pulih dari pembatasan yang berkepanjangan.

Baca Juga: Jumlah Pasien Sembuh Harian di Indonesia Tercatat Tertinggi di Barisan Negara Dunia

Indonesia saat ini mencatat beban kasus dan kematian harian Covid-19 tertinggi di dunia, dan para ahli khawatir bahwa mungkin ada kerusakan jangka panjang saat pandemi berlanjut.

Hingga Jumat 30 Juli 2021, ada lebih dari 3,3 juta kasus di negara itu dan lebih dari 92.000 kematian.***

 

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler