Soroti Sengketa di Wadas yang Picu Kerusuhan, Beathor Suryadi: Saya Lihat Jokowi Nggak Ada Respon

21 Februari 2022, 07:49 WIB
Soroti Sengketa di Wadas yang Picu Kerusuhan, Beathor Suryadi: Saya Lihat Jokowi Nggak Ada Respon. /Tangkap Layar YouTube.com/Refly Harun

KABAR BESUKI - Politisi PDIP sekaligus mantan staf Kantor Staf Presiden (KSP) Beathor Suryadi turut menyoroti isu sengketa di Wadas yang memicu kerusuhan.

Beathor Suryadi menilai isu sengketa di Wadas yang memicu kerusuhan merupakan tanggung jawab besar Presiden Jokowi.

Beathor Suryadi menganggap Jokowi tak memberi respon terhadap sengketa di Wadas yang memicu kerusuhan antara masyarakat dan aparat.

"Saya lihat Jokowi nggak ada respon terhadap keadaan itu," kata Beathor Suryadi sebagaimana dikutip Kabar Besuki dari sebuah video yang ditayangkan oleh kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 21 Februari 2022.

Baca Juga: Hersubeno Arief Nilai Ganjar Lempar Tangung Jawab Insiden Wadas ke Kapolda Jawa Tengah, Sebut Ada Bisnis Besar

Beathor Suryadi menduga kuat bahwa setiap isu perampasan tanah rakyat oleh perusahaan properti tak lepas dari pengaruh kekuasaan.

Dia menyebut bahwa pemilik perusahaan properti yang diduga kuat kerap merampas tanah rakyat merupakan orang yang dekat dengan lingkaran kekuasaan.

Akan tetapi, dia juga menilai bahwa Jokowi memiliki kekuasaan untuk memanggil para pengusaha properti dan mengingatkan mereka untuk segera melunasi hak-hak rakyat dari tanah yang telah mereka rampas.

"Rata-rata kasus tanah yang dirampas oleh properti, itu pemiliknya ada di situ (lingkaran kekuasaan). Sebenernya kalau Jokowi mau, panggil orang-orang itu 'Hey, bayarin loh itu tanah rakyat'," ujarnya.

Baca Juga: Ngabalin Singgung Fahri Hamzah Soal 'Harmoko' dalam Insiden Wadas, Rocky Gerung: Istana Selalu Bikin Noise

Beathor Suryadi juga menilai, sistem politik yang berlaku di Indonesia saat ini sangat memungkinkan konglomerat untuk merampas tanah rakyat, termasuk dalam konteks sengketa di Wadas.

Bahkan, dia menilai bahwa negara telah menjadi milik konglomerat dan dikendalikan oleh konglomerat.

"Sistem politiknya menyebabkan konglomerat itu juga merampas tanah rakyat. Jadi emang negara udah jadi milik mereka," katanya.

Selain itu, dia juga menyebut bahwa sumber konflik terkait sengketa tanah selalu dipicu oleh adanya dua surat atau sertifikat tanah di lokasi yang sama dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Surat tanah itu selalu konflik ketika satu lahan tanah ada dua surat (dari BPN), sama dengan STNK (dari kepolisian). Tapi polisi bisa menyelesaikan (sengketa STNK)," ujar dia.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Beri Ultimatum Pejabat Tak ‘Bermain-main’ di Desa Wadas: Nggak Usah Mancing-mancing

Beathor Suryadi juga menemukan adanya kejanggalan ketika dua pihak berbeda mendaftarkan tanah di lokasi yang sama dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Ketika hal tersebut terjadi, dia menyoroti bahwa BPN selalu mengutamakan PTSL yang diajukan oleh konglomerat atau pihak-pihak yang bermodal kuat untuk didaftarkan secara legal.

"Di daerah-daerah yang tanahnya dibutuhkan oleh konglomerat, PTSL itu menguntungkan pengusahanya," tuturnya.***

 

Editor: Rizqi Arie Harnoko

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler