XE dan XD Omicron Muncul Sebagai Varian Baru COVID-19 Rekombinan, Ini Penjelasan WHO

7 April 2022, 21:32 WIB
Ilustrasi Covid XE Omicron /Pixabay elf-mondance/

KABAR BESUKI - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang melacak varian baru COVID-19 rekombinan hibrida XE yang sedikit lebih mudah menular daripada induknya Omicron.

“Rekombinan COVID-19 akan muncul,” kata Babatunde Olowokure, direktur darurat Pasifik Barat WHO.

“Hal itu terjadi ketika dua jenis virus yang berbeda menginfeksi sel yang sama dan bertukar gen diantara virus tersebut, rekombinasi adalah hal yang umum terjadi diantara coronavirus,” tambahnya.

Baca Juga: Indonesia akan Memiliki 3 Provinsi Baru di Pulau Papua, Kini Jumlah Seluruhnya Capai 37 Provinsi

“Kami akan terus memantau bagaimana virus itu berkembang dan menyebar, terutama dalam hal penularan,” lanjutnya lagi.

WHIO juga menilai keparahan penyakit, dampak pada kinerja vaksin, dan resiko terkena infeksi ulang, katanya pada hari Kamis.

Badan kesehatan global mengatakan bahwa varian rekombinan hibrida dari XD, yang merupakan varian dari kombinasi Delta dan Omicron, dan hibrida XE, merupakan kombinasi dari BA.1 dan BA.2 dilansir Kabar Besuki dari scmp.

Perkiraan awal menunjukkan XE 10 persen lebih mudah menular daripada BA.2, dan dijuluki sebagai siluman Omicron, sedangkan XD tidak terlalu menular daripada varian lain, menurut survey mingguan COVID-19 dari WHO, yang diterbitkan pada hari Selasa.

Baca Juga: Presiden Jokowi Geram Himbau Para Menteri Agar Tidak Suarakan Penundaan Pemilu dan 3 Periode

XE telah terdeteksi di Inggris, India, dan Thailand, tetapi belum adanya pelaporan dari wilayah Pasifik Barat WHO, yang meliputi negara-negara kepulauan Pasifik, Australia, China, Hongkong, Jepang, dan Korea Selatan serta sebagian Asia Tenggara. 

Direktur Wilayah Pasifik Barat, Takeshi Kasai, mengatakan bahwa setiap negara harus memperkuat perencanaan COVID-19 dalam menghadapi lonjakan dan mutasi pandemi di masa depan.

Kemungkinan virus ini tidak akan hilang dalam waktu dekat,” katanya.

Kemungkinan besar akan terus bermutasi dan mengalami peningkatan, untuk itu sistem penanganan yang secara berkelanjutan dapat mengendalikan peningkatan COVID-19 sambil menghindari kekacauan yang signifikan bagi masyarakat.

Baca Juga: RUU TPKS Telah Disetujui DPR Untuk Disahkan, Partai Keadilan Sejahtera Kembali Menolak

“Negara ASEAN harus mengelola lonjakan tanpa melebihi atau mencapai garis merah, titik dimana jumlah kasus parah melebihi kapasitas layanan kesehatan,” imbuhnya.

Dia mengatakan cara terbaik untuk mengakhiri darurat kesehatan bagi masyarakat adalah  target penerima vaksin yang tinggi, meningkatkan kapasitas perawatan kesehatan, dan mempertahankan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang lebih spesifik dalam aktivitas yang beresiko tinggi.

Direktur program pengendalian penyakit regional WHO, Huong Tran, mengatakan bahwa wilayah tersebut memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi untuk kelompok paling rentan, dengan 26 dari 37 negara anggotanya telah melakukan vaksinasi kepada petugas kesehatan, dan 23 telah melakukan vaksinasi kepada orang tua mereka.

Baca Juga: Jokowi Perintahkan Stop Wacana 3 Periode, Rocky Gerung: Dia Sudah Sadar Tapi Boong

“Pasokan dan distribusi vaksin tidak lagi menjadi masalah utama di wilayah kami,” katanya. 

“Sebagian besar negara dan wilayah di kawasan kami, termasuk negara berpenghasilan rendah dan menengah serta negara-negara kepulauan Pasifik, sekarang berada dalam posisi yang relatif baik dalam hal aksesibilitas dan ketersediaan vaksin.” tambahnya.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: SCMP

Tags

Terkini

Terpopuler