Menakar Urgensi RUU Minuman Beralkohol 'Minol'

13 November 2020, 13:21 WIB
Ilustrasi Alkohol /PIXABAY


KABAR BESUKI - Baru-bari ini publik kembali di hebohkan dengan munculnya kabar RUU Minuman Beralkohol (Minol) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020.

Dilansir dari Pikiran Rakyat, RUU Minol tersebut kembali dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa, 10 November lalu. Dengan adanya hal tersebut, konsumsi minuman beralkohol dikabarkan akan dilarang untuk umum atau dianggap sebagai tindak pidana.

Dalam draf RUU Minol dijelaskan bahwa sanksi untuk konsumen minuman beralkohol adalah pidana penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal sebesar Rp50 juta. Sanksi pidana tersebut diatur dalam Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.

Baca Juga: Fakta Sifat Aquarius yang Kreatif dan Keras Kepala, 3 Zodiak Ini Dinilai Bisa Luluhkan Hatinya!

Dimasukkannya RUU Minol dalam Prolegnas prioritas 2020 tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian kalangan yang mendukung beralasan, bahwa larangan konsumsi minuman beralkohol dengan tujuan mulia yakni, agar generasi muda khususnya yang beragama Islam tidak lagi terpapar segala jenis minuman yang bersifat
memabukkan.

Adapun yang bersikap kontra, minuman beralkohol (dalam hal ini yang memiliki sertifikat resmi dari BPOM) terbukti nyata memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan pajak negara, terlebih minuman beralkohol juga kerap tersedia di sejumlah hotel (khususnya hotel berbintang tiga ke atas).

Selain itu, minuman beralkohol juga kerap dipakai untuk keperluan ritual sejumlah penganut agama tertentu. Padahal jika mengacu pada regulasi di negara lain yang juga mayoritas berpenduduk Muslim, minuman beralkohol tidak sepenuhnya dilarang bahkan ada negara yang sudah melegalkannya secara umum.

Baca Juga: Harga Emas Naik Karena Dipicu Skeptisisme Vaksin dan Lonjakan Kasus Covid-19

Meskipun syariat Islam melarang minuman beralkohol, pemerintah di sejumlah negara dengan penduduk mayoritas Muslim juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya khususnya terkait peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga hampir tidak ada alasan untuk tidak melegalkan hal tersebut.

Negara-negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi telah melegalkan minuman beralkohol dan kumpul kebo dengan mempertimbangkan banyaknya imigran dan wisatawan asing yang berkunjung ke negara-negara tersebut, seperti dikutip dari beberapa portal di bawah naungan PRMN.

Dampaknya, iklim investasi cenderung mengalami peningkatan sehingga ekonomi negara-negara tersebut juga ikut bertumbuh dengan pesat. Hanya saja, regulasi setempat juga memiliki sejumlah ketentuan yang begitu ketat, seperti penggunaannya yang hanya diperbolehkan di tempat-tempat yang memiliki izin dari negara dan usia konsumen dibatasi minimal 21 tahun.

Baca Juga: 'The Hunger Games: Mockingjay 1' Tayang 13 November 2020, Pukul 23.30 WIB di Bioskop Trans TV

Adapun di Malaysia, berdasarkan keterangan seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya, negara tersebut lebih memilih kebijakan untuk membatasi peredaran dan akses
untuk memperoleh minuman beralkohol.

Minuman beralkohol diperbolehkan untuk dijual di tempat-tempat tertentu, namun dengan syarat bahwa minuman tersebut tidak diperbolehkan untuk dijual kepada umat Islam dan anak di bawah umur. Umat Islam juga dilarang untuk terlibat dalam proses produksi, distribusi, maupun penjualan minuman beralkohol.

Sudah sepatutnya bagi para pemangku kebijakan untuk mempertimbangkan kembali urgensi disahkannya RUU Minuman Beralkohol menjadi Undang-Undang, karena dengan adanya pelarangan konsumsi minuman beralkohol justru membuka peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk memproduksi produk sejenis secara ilegal, terlebih di situasi pandemi yang terbukti berdampak pada sektor ekonomi secara keseluruhan.***(Rizqi Arie)

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler