"Masyarakat masih melihat anak-anak ini adalah pelaku yang harus dibinasakan, bukan dibina karena (masyarakat menganggap) mereka adalah calon teroris," kata Elvi pada Jumat 16 April 2021 di Jakarta, seperti dilansir Kabar Besuki dari Antara.
Ia melanjutkan, karena kesalahan yang dilakukan oleh orang tuanya, anak-anak ini jadi tidak diterima lagi oleh keluarganya atau bahkan di kampungnya.
Agar anak-anak ini dapat menjalani hidup normal, pemerintah telah mengganti sejumlah identitas anak-anak dari terduga teroris ini supaya mereka bisa dibina dengan lebih baik melalui program deradikalisasi.
Setidaknya ada 101 anak dari orang tua terduga teroris yang terkait dengan kasus teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang terjadi pada akhir Maret 2021 lalu.
Kemen PPPA bersama Detasemen Khusus 88 Antoteror Polri, berdedikasi untuk merehabilitasi 101 anak-anak ini agar mereka nantinya bisa memiliki kehidupan yang normal dan jauh dari paham radikalisme.
Elvi mengatakan jika rentang usia anak-anak ini adalah mulai dari 1 hingga 14 tahun. Anak-anak ini rencananya akan diterbangkan ke Jakarta dari Makassar untuk menjalani program pembinaan dan deradikalisasi.
Upaya ini, menurut Kemen PPPA juga akan melibatkan sejumlah kementerian atau lembaga lainnya. Beberapa diantaranya adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) yang berada dibawah Kementerian Sosial.***