Burhanuddin Muhtadi memperkirakan, hal itu disebabkan sistem pemilihan presiden yang menetapkan ambang batas terlalu tinggi, yakni sekitar 20-25 persen.
“Maknanya umum orang pintar dan ahli. Tetapi secara terminologi, merujuk pada sekelompok orang dengan keahlian tertentu dalam bahasa Islam. Soal subtansi siapa yang mengisi barisan deklarasi tidak penting lagi namun kini lebih pada namanya,” tutur Burhanuddin Muhtadi.
Baca Juga: Soal Reuni 212 pada Desember Mendatang, Ferdinand Sampai Heran: Entah untuk Apa dan Tak Berguna Itu
Akibatnya, menurut sosok pengamat politik tersebut, masyarakat kemudian dihadapkan pada dua pilihan terbatas.
Jadi jika ada dua pilihan, yang terjadi adalah masing-masing pihak akan memanfaatkan sumber daya penting.***