Melihat kejadian tersebut, Refly Harun mengaku langsung mengingat saat era orde baru. Pasalnya, saat itu, masyarakat juga tidak diberikan berpendapat.
“Saya teringat pada masa pemerintahan orde baru kita tahu bahwa ada orang yang mengalami kematian perdata yaitu petisi 50 mereka dilarang ngomong,” ujar Refly Harun.
“Nah ini kalau kita melihat video yang beredar ka nada pelarangan-pelarangan seperti itu, jadi patut disesalkan kalau itu masih terjadi, karena ini negara demokratis,” sambungnya.
Refly Harun bahkan menilai bahwa adanya pelarangan Habib Bahar untuk ceramah menunjukkan bahwa pemerintah kembali mengulang zaman orde baru yang penuh dengan otoritarianisme.
“Dan sekarang kok kita mau mengundang lagi otoritarianisme dalam kebebasan masyarakat sipil, apakah tidak cukup hukum yang menegakkannya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Refly Harun juga mengatakan bahwa pemerintah maupun aparat kepolisian seharusnya tidak melarang siapapun untuk menyampaikan pendapat sepanjang itu wilayah yang dilindungi konstitusi dan Undang-Undang.
“Jangan sampai negeri kita jatuh ke kubangan otoritarianisme hanya karena kekuatan masyarakat sipil itu mengundang kekuatan militer dan aparat penegak hukum dalam wilayah sipil yang seharusnya bisa diselesaikan secara nilai-nilai demokrasi,” tandasnya.***