3 Penyebab Mahalnya Hak Siar Piala Dunia untuk Indonesia Dibandingkan Beberapa Negara Asia Lainnya, Apa Saja?

- 30 Juni 2022, 12:20 WIB
3 Penyebab Mahalnya Hak Siar Piala Dunia untuk Indonesia Dibandingkan Beberapa Negara Asia Lainnya, Apa Saja?.
3 Penyebab Mahalnya Hak Siar Piala Dunia untuk Indonesia Dibandingkan Beberapa Negara Asia Lainnya, Apa Saja?. /Ilustrasi/Unsplash/Fauzan Saari

KABAR BESUKI - Mahalnya hak siar Piala Dunia untuk Indonesia dibandingkan beberapa negara Asia lainnya menyimpan dua sisi mata uang tersendiri.

Piala Dunia kerap dijadikan momentum bagi sejumlah perusahaan di Indonesia yang memiliki hak siar dalam rangka membangun public awareness, namun di saat yang sama tak jarang mereka juga sulit untuk balik modal setelah memperolehnya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab mahalnya harga hak siar Piala Dunia yang harus dibayarkan oleh perusahaan di Indonesia untuk memperolehnya jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya.

Untuk itu, mari kita simak penyebab mahalnya hak siar Piala Dunia untuk Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya selengkapnya dalam artikel ini.

Baca Juga: SCM Gandeng DJKI dan Kepolisian Berantas Pembajakan Hak Siar Piala Dunia 2022 dan Liga Inggris

Berikut tiga penyebab mahalnya hak siar Piala Dunia untuk Indonesia dibandingkan dengan negara Asia lainnya sebagaimana dirangkum Kabar Besuki dari berbagai sumber, antara lain:

1. Perubahan Pola Distribusi Sejak Piala Dunia 2002

Sejak edisi 2002, FIFA mengubah mekanisme dan pola distribusi hak siar Piala Dunia dari yang semula diserahkan kepada asosiasi penyiaran di masing-masing regional (benua) kepada sebuah perusahaan swasta sebagai distributor tunggal.

Pada Piala Dunia 2002, FIFA menunjuk ISL Worldwide yang bermarkas sebagai distributor tunggal untuk menjual hak siar ke seluruh negara yang berminat menyiarkannya, termasuk Indonesia.

Ketika ISL Worldwide mengalami kebangkrutan, segala urusan mengenai distribusi hak siar Piala Dunia 2002 dan beberapa event FIFA lainnya dalam satu paket diserahkan kepada KirchMedia tanpa menganulir kepemilikan hak siar di setiap negara yang sudah menjalin kesepakatan dengan ISL Worldwide.

Tak lama setelah Piala Dunia 2002 usai, KirchMedia mengalami kebangkrutan dan peranan distributor tunggal FIFA dipegang oleh Infront Sports & Media hingga sekarang.

Dengan penunjukan distributor tunggal oleh FIFA, harga hak siar di sejumlah negara termasuk Indonesia dapat dipermainkan sesuka hati sehingga stasiun televisi ataupun perusahaan yang ingin memperolehnya harus membayar dengan harga yang sangat mahal.

Dengan kondisi tersebut pula, setiap stasiun televisi atau grup media seolah dipaksa berjuang sendiri-sendiri demi memperoleh hak siar Piala Dunia.

Terlebih, mayoritas distributor tunggal event internasional Piala Dunia cenderung menghendaki agar hak siar di suatu negara hanya dimiliki oleh satu perusahaan saja, agar pengendalian terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI) terkait Piala Dunia dapat dikontrol dengan mudah.

Baca Juga: Masyarakat Diminta Bantu Laporkan Pembajakan Konten Vidio, Termasuk Piala Dunia 2022 dan Liga Inggris

2. Tingkat GDP dan Jumlah Penduduk

Tingkat gross domestic product (GDP) dan jumlah penduduk Indonesia yang terbilang besar menjadi salah satu penyebab mahalnya harga hak siar Piala Dunia untuk wilayah tanah air jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya di Asia.

Pada edisi Piala Dunia 2002, kabarnya RCTI diharuskan untuk membayar senilai 5 juta dolar AS atau kurang lebih setara dengan Rp50 miliar demi memperoleh hak siar secara eksklusif untuk wilayah Indonesia.

Kemudian pada edisi Piala Dunia 2006, SCTV disebut-sebut membayar senilai 10 juta dolar AS atau kurang lebih setara dengan Rp100 miliar.

Bahkan pada edisi Piala Dunia 2022, Infront dikabarkan membanderol harga hak siar senilai 100 juta dolar AS atau lebih dari Rp1 triliun agar Emtek dapat menayangkannya melalui SCTV, Indosiar, O Channel, Mentari TV, Nex Parabola, dan Vidio.

Mahalnya harga hak siar yang harus dibayarkan oleh perusahaan di Indonesia juga tak lepas dari tingginya minat masyarakat tanah air terhadap sepak bola khususnya Piala Dunia.

Hal tersebut menjadi salah satu pemicu FIFA untuk menjual hak siar semahal mungkin kepada perusahaan di Indonesia, karena potensi keuntungan yang sangat menjanjikan.

Baca Juga: Mengenal Kebijakan 'Must Have' untuk Piala Dunia, Olimpiade, dan Asian Games di Korea Selatan dan Thailand

3. Sengitnya Persaingan Antar Perusahaan atau Institusi Media

Sengitnya persaingan antar perusahaan atau institusi media juga disinyalir kuat menjadi penyebab mahalnya harga hak siar Piala Dunia di Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya.

Ketika distribusi hak siar Piala Dunia untuk kawasan Asia-Pasifik masih dikelola oleh Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU), TVRI menjadi koordinator untuk penayangan di wilayah Indonesia.

TVRI kemudian membagikan hak siar Piala Dunia kepada seluruh stasiun televisi swasta di Indonesia yang terdaftar sebagai anggota ABU dengan porsi yang adil, bahkan untuk partai pembuka, semifinal, dan final dapat disiarkan secara bersamaan meski menggunakan sportcaster dan komentator yang berbeda.

Tak hanya dapat bahu-membahu sehingga harga pembelian bisa ditekan, bahkan stasiun televisi di Indonesia saat itu juga diharuskan untuk mensubsidi hak siar Piala Dunia untuk negara-negara miskin seperti Bangladesh, Kathmandu, dan lain-lain.

Setelah distributor swasta mengambil alih distribusi hak siar Piala Dunia, perusahaan atau institusi media seolah dipaksa untuk saling berebut demi memperolehnya, meski harus membayar dengan harga yang sangat mahal.

Meski tak menjamin untuk balik modal, pembelian hak siar Piala Dunia secara eksklusif oleh salah satu perusahaan atau institusi media memungkinkan yang bersangkutan juga ikut memiliki segudang benefit untuk mengelola segala aspek komersial terkait Piala Dunia, termasuk dalam hal nonton bareng.

Terlebih, beberapa grup media besar seperti MNC Group dan Emtek juga turut bermain di ranah bisnis televisi berbayar hingga over the top (OTT).

Dengan memiliki hak siar secara eksklusif, sebuah grup media dapat memastikan bahwa tayangan Piala Dunia hanya dapat dinikmati melalui platform miliknya, yang menjadi potensi revenue baru meski pendapatan iklan free to air selama penayangan tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian hak siar.

Tidak mengherankan jika FIFA dan Infront mewanti-wanti kepada perusahaan pemegang hak siar di setiap negara untuk melindungi segala bentuk kekayaan intelektual terkait Piala Dunia di negara tersebut.***

Editor: Rizqi Arie Harnoko

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x