Selamat Hari Kartini! Mengulik Kisah Perjuangan Terhadap Emansipasi Wanita dan Kesetaraan Gender

21 April 2021, 11:12 WIB
Kartini /Freepik.com/freepik

KABAR BESUKI – Perempuan adalah seorang manusia yang memiliki puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui, menurut KBBI. Sedangkan wanita adalah seorang perempuan dewasa.

Terlepas dari definisinya, seratus tahun yang lalu, wanita diharapkan menjadi istri dan ibu, bertugas membesarkan warga negara yang baik dan bermoral serta menjaga rumah yang nyaman.

Kebanyakan wanita tidak memiliki karir, kecuali guru, perawat, penjahit, pembantu, dan lainnya yang melakukan pekerjaan yang dianggap feminim.

Baca Juga: Sambut Hari Kartini, 7 Daftar Film Tentang Perjuangan Perempuan yang Patut Dicontoh Perempuan Muda

Meskipun dulu ada model yang sangat spesifik tentang bagaimana tepatnya menjadi seorang perempuan, tentang bagaimana berpenampilan, berbicara, bertindak sesuai perannya, dan duduk dengan tutup mulut seperti seorang perempuan pada umumnya, hari-hari itu sudah lama berlalu.

Meskipun ada pertempuran yang pasti masih berkecamuk tentang bagaimana perempuan menggunakan tubuh mereka dan melakukan kehidupan mereka, cara mereka muncul di dunia lebih bervariasi dan bernuansa daripada sebelumnya, membuat definisi perempuan tidak universal, tetapi lebih spesifik untuk setiap perempuan itu sendiri.

Setiap perempuan dan pengalamannya secara unik adalah miliknya. Seorang wanita adalah kekuatan yang harus diperhitungkan.

Baca Juga: Menurut Studi: Usia Wanita Saat Pertama Kali Menstruasi Pengaruh Terhadap Kesehatan dan Panjangnya Umur

Budaya telah memainkan peran yang sangat menarik dalam identitas perempuan. Menjadi seorang perempuan seringkali berarti mengorbankan satu identitas untuk melestarikan identitas lainnya. Itu berarti bersikap konservatif daripada jujur.

Novelis dan intelektual Karibia Sylvia Wynter menentang tatanan dunia yang “biosentris” yang muncul dari kolonialisme Eropa. Bagaimanapun juga, perdagangan budak transatlantik bergantung pada gagasan bahwa perbedaan biologis tertentu berarti seseorang dapat diperlakukan seperti properti. Dilansir Kabar Besuki dari Time.com.

Wanita jauh lebih kompleks daripada kromosomTerkait dengan melihat dari penerimaan bahwa perempuan bukan hanya sekumpulan bagian tubuh dan fungsi yang tidak pernah bisa digeneralisasikan untuk semua wanita.

Baca Juga: Jarang Diketahui, Tidur Tanpa Bantal Ternyata Baik untuk Kesehatan dan Bikin Wajah Awet Muda

Keperempuanan itu jauh lebih kompleks daripada kromosom atau kemampuan untuk menggendong bayi.

Seorang perempuan berhak atas kepemilikan tubuhnya sendiri. Berbicara mengenai kepemilikan tubuh dan identitas pribadinya, setiap perempuan berhak atas dirinya.

Terlepas dari seorang istri yang melayani suami, perempuan perlu menghargai identitasnya. Melihat pakaian sebagai ekspresi artistik dari siapa dirinya daripada sesuatu yang harus ditakuti.

Pejuang kemerdekaan kulit hitam abad ke-19 Sojourner Truth, pertanyaan terkenal, mungkin apokrif, “Bukankah aku seorang wanita?” menantang saudara perempuan kulit putihnya dalam perjuangan untuk menghapus perbudakan untuk mengakui bahwa apa yang dianggap sebagai "wanita" dihitung sebagian pada ras. 

Baca Juga: Sule dan Natalie Akan Bercerai Karena Orang Ketiga: Aku Gak Kuat Mami, Hetty: Kamu Keluar dari Rumah Itu

Menjadi seorang wanita berarti mengklaim kepemilikan atas tubuh dan identitasnya, mengadvokasi persamaan hak untuk semua orang. Menjadi seorang wanita berarti memberdayakan diri sendiri dan wanita lain.

Kisah R.A Kartini, seorang keturunan bangsawan Jawa yang memperjuangkan hak wanita. Kartini lahir di era penjajahan, tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan kala itu.

Perempuan tidak diperbolehkan pergi sekolah ataupun bekerja. Banyak anggapan bahwa tugas perempuan cukup menetap di rumah dan melayani suami.

Baca Juga: 7 Manfaat dari Traveling Menurut Penelitian, Salah Satunya dapat Menjaga Otak Tetap Sehat

Menjadi seorang wanita berarti menjadi tahan dan tidak menyesal. Hak, pemberdayaan, dan kesetaraan adalah masalah yang perlu untuk diperjuangkan.

Pada tahun 1949, filsuf Prancis Simone de Beauvoir menegaskan bahwa "seseorang tidak dilahirkan, melainkan menjadi seorang wanita". Dalam melakukannya, dia memahami bagaimana fakta mentah dari tubuh kita saat lahir dioperasikan oleh proses sosial untuk mengubah kita masing-masing menjadi orang yang kita inginkan.***

Editor: Ayu Nida LF

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler