Secara ilmiah, gagasan tersebut terdengar tidak masuk akal karena angin tidak dapat masuk atau keluar dari tubuh melalui kulit, dan juga angin bukan merupakan penyebab sakit.
Beberapa orang menganggapnya sebagai prosedur yang tidak berbahaya, tetapi kerokan dapat menyebabkan iritasi kulit, menimbulkan tanda merah parah yang menurut beberapa orang modern tidak cocok dengan metode ini, karena meninggalkan bekas.
Efek samping lainnya termasuk ketergantungan fisik dan psikologis pada kerokan. Beberapa orang rutin melakukan kerokan meski tidak mengalami gejala yang serius.
Tubuh memiliki setidaknya 360 titik akupunktur yang berkaitan dengan organ di dalam tubuh. Jika kerokan dilakukan dengan benar, titik akupunktur bisa dijangkau. Selain itu, kerokan akan memberikan tekanan pada titik-titik yang mungkin juga mempengaruhi sistem saraf dan otak yang memproduksi hormon endorfin.
Baca Juga: Tidak Merasa Menjadi Perempuan, Mulai Sejak Kecil Aprilia Manganang Merasa Dirinya Laki-Laki
Tubuh memproduksi endorfin sebagai reaksi lokal untuk meredakan rasa sakit saat kerokan, tetapi karena terus dilakukan, tubuh dapat memproduksi hormon secara berlebihan.
Pelepasan endorfin membuat tubuh mengatasi rasa sakit dengan lebih baik, tetapi juga dapat membuat orang tersebut merasa lebih membutuhkannya daripada yang diperlukan dan ketergantungan.
Baca Juga: Dinilai Efektif Tekan Penyebaran Covid-19, Pemprov Jatim Resmi Perpanjang PPKM Mikro
Dalam The Art of Medical Anthropology, Susan R. Whyte menulis bahwa komunikasi selama proses kerokan memiliki manfaat psikologis bagi orang yang sakit dan dapat membuat seseorang ingin melakukan kerokan lagi dan lagi.***