KABAR BESUKI - Pejabat pemerintah Israel Mark Regev mengungkapkan bahwa partainya telah lama menginginkan perdamaian dengan Palestina. Namun, upaya itu diblok pihak ketiga, yakni Hamas.
Mark Regev, yang juga merupakan perdana menteri penasihat utama Israel, menjelaskan bahwa sebenarnya Hamas adalah pemicu konflik antara negaranya dan Palestina.
Memang, menurut Mark Regev, milisi bersenjata terbesar di Palestina kerap memicu konflik Israel-Palestina.
Sayangnya, kata Regev, hanya sedikit pihak yang mengetahui kebenarannya. Yang dipahami publik selama ini adalah bahwa konflik hanya menyangkut warga Israel dan Palestina. Padahal, menurutnya, tidak demikian.
“Mereka (Hamas) memulai rangkaian tindak kekerasan ini tanpa alasan apapun, dan mereka sekarang sudah menanggung akibatnya,” kata Mark Regev.
Apalagi, imbuhnya, konflik di Gaza yang berakhir dengan gencatan senjata pada Jumat, 21 Mei 2021, telah melemahkan kelompok Hamas dan membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan damai.
Selain itu, dirinya juga berharap, suara moderat masyarakat Palestina bisa lebih disebarluaskan.
Pasalnya, pihaknya sudah lama ingin berdamai dengan Palestina dan menjalin hubungan yang lebih baik. Namun, sekali lagi, keberadaan Hamas menghalangi terwujudnya rencana tersebut.
“Apa yang bisa Anda lakukan kalau Hamas menentang semua solusi politik? Saya harap, kami bisa berdamai dengan warga Palestina, tetapi hal itu tidak akan terjadi dengan Hamas,” kata Mark Regev dengan tegas.
Sementara itu, Kepala Urusan Politik Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan Hamas memenangkan pertempuran selama 11 hari itu.
Ismail Haniyeh mengklaim bahwa akhir konflik dengan Israel kali ini merupakan "lompatan besar dalam sejarah konflik mereka dengan musuh."
“Perang ini meruntuhkan ilusi untuk negosiasi,” tutur Ismail Haniyeh, sembari menyebut bahwa perlawanan yang dilakukan Hamas merupakan ‘pilihan strategi terbaik’ untuk kemerdekaan.
“Kami sebagai sebuah gerakan dan pemimpin pergerakan, bersama orang-orang baik bangsa ini dan seluruh dunia, akan membangun Gaza kembali,” imbuhnya.
Diketahui bahwa Israel, Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat lainnya telah memasukkan Hamas dalam daftar organisasi teroris dan tidak mau bernegosiasi dengan mereka.
Saat ini, Hamas hampir sepenuhnya menguasai Jalur Gaza, sedangkan Otoritas Palestina masih diakui oleh kelompok Fatah.***