Negara ini telah menjadi titik transit dominan bagi para migran yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Afrika dan Timur Tengah.
Sekelompok penyelundup manusia dalam beberapa tahun terakhir telah diuntungkan dari kekacauan di Libya. Mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk meraup keuntungan pribadi dan tidak peduli akan nasib para migran.
Penyelundupan migran melintasi perbatasan panjang negara kaya minyak itu dengan enam negara lainnya. Para migran kemudian biasanya dikemas ke dalam perahu karet yang tidak lengkap standar keamanannya dan berangkat dalam perjalanan laut yang berisiko.
Menurut Organisasi Migrasi Internasional, sekitar 300 migran meninggal atau diduga tewas di sepanjang rute Mediterania Tengah antara 1 Januari dan 28 Maret 2022. Sekitar 3.100 dicegat dan dibawa kembali ke Libya.
Baca Juga: Tahun Ini Menjadi Kasus Covid-19 Tertinggi di China, Setelah Februari 2020
Begitu kembali ke Libya, para migran biasanya dibawa ke pusat penahanan yang dikelola pemerintah yang penuh dengan pelecehan dan perlakuan buruk.
IOM Mencatat pada tahun 2021, setidaknya 32.425 migran dicegat dan dikembalikan ke Libya. Setidaknya 1.553 diperkirakan tenggelam tahun lalu.
Penyelidik yang ditugaskan oleh badan hak asasi manusia PBB menemukan bukti kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Libya terhadap migran yang ditahan di negara itu.***