RUU P-KS Semakin Mendesak untuk Disahkan, Baleg DPR: Komnas HAM Laporkan Kasus Kekerasan Seksual Meningkat

16 Maret 2021, 19:27 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual, /Pikiran rakyat

KABAR BESUKI – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, menilai RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sangat mendesak untuk segera disahkan karena semakin meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan.

“Saya mencermati dari hasil dialog yang berkembang di Baleg, kenapa RUU ini mendesak? Karena secara statistik berdasarkan laporan Komnas HAM, angka kekerasan terhadap perempuan naik secara signifikan,” kata dia dalam diskusi bertajuk ‘Urgensi Pengesahan RUU P-KS’ di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa, 16 Maret 2021.

Ia menjelaskan, dari kondisi saat ini, satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sehingga itu merupakan situasi yang mencemaskan.

Baca Juga: Ali Syakieb dan Margin Wieherm Pamer Foto Hasil USG, Banjir Ucapan Selamat dari Warganet

Bahkan menurut Willi Aditya, kondisi itu berdasarkan catatan para pemerhati disebutkan sudah masuk dalam situasi darurat kekerasan seksual dan angkanya dari tahun ke tahun terus naik secara fantastis.

“Apa kendala yang berikutnya selain fakta ini terjadi seperti fenomena gunung es, kita masih belum memiliki peraturan perundang-undangan yang bisa menjangkau tindak kekerasan seksual ini. Karena waktu kita sangat terbatas sekali dalam proses menjangkau ini,” ujarnya.

Ia menjelaskan RUU P-KS harus diletakkan dalam beberapa poin yang tepat agar tidak menjadi polemik dan perdebatan di masyarakat.

Baca Juga: Menteri Agama Optimis Arab Saudi Akan Kembali Membuka Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2021

Pertama, dalam pendekatan korban dan menggunakan prinsip keadilan restratif sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban.

Kedua, menurut politisi NasDem itu, perlu menggunakan perspektif penegakan hukum berdasarkan perspektif aparat penegakan hukum itu penting.

“Ketiga adalah edukasi, bagi kita dalam kultur yang masih feodalistik, hal ini masih dianggap tabu, masih saru, jadi ini yang perlu kita diskusikan,” katanya.

Ia menyarankan pembahasan RUU tersebut harus benar-benar hati-hati dan teliti, serta mendengarkan aspirasi publik yang berkembang harus didiskusikan.

Langkah itu menurut dia harus diambil agar tidak terjadi antara perspektif barat-timur, tradisi libertarian dengan ketimuran.

Baca Juga: Diduga Karena Masalah Ini, Sidang Perdana Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Menjadi Tertunda

Pendapat urgensi pengesahan RUU P-KS ini juga didukung argumen dari Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej.

“Untuk menanggulangi kekerasan seksual di mana mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan menyegarkan pengesahan RUU PKS yang berorientasi pada korban,” kata Wamenkumham Eddy O.S. Hiariej dalam webinar berjudul ‘Lindungi Perempuan dari Kekerasan Dare to Speak Up’ pada Senin lalu.

Menurutnya, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan paling serius. Hal itu lantaran perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang seharusnya dilindungi tapi malah menjadi objek kejahatan.

Eddy juga menyebutkan, hingga saat ini tercatat ada lebih dari 4.000 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Indonesia.***

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler