Remaja 17 Tahun Ini dengan Penuh Keberaniannya Beberkan 'Budaya Pemerkosaan' di Sekolah Malaysia

19 Mei 2021, 16:09 WIB
Ilustrasi pemerkosaan yang diterjadi pada anak-anak di sekolah /Alexas_Fotos/pixabay/

KABAR BESUKI – Ain Husniza Saiful Nizam, gadis asal Malaysia menggunakan TikTok untuk memberi tahu dunia tentang lelucon buruk seorang guru yang menjurus ke pelecehan seksual pada siswa. Siswa Malaysia itu berusia 17 tahun menggunakan TikTok untuk mengungkapkan kebenaran yang sedang dialami sekitarnya, namun hal itu memicu debat yang dahsyat bahkan ia juga diserangan balik oleh remaja lainnya di negara mayoritas Muslim itu.

Dalam videonya, Ain Husniza Saiful Nizam, siswa sebuah sekolah menengah negeri di Puncak Alam dekat Kuala Lumpur, mengatakan komentar itu dilontarkan guru laki-laki saat topik pelecehan seksual sedang dibahas.

Disaat suatu kelas terjadi pembicarakan tentang undang-undang yang melindungi anak di bawah umur dari pelecehan dan pelecehan seksual, tetapi guru tersebut tiba-tiba menyela:

Baca Juga: Novel Baswedan Ungkap Korupsi Dana Bansos Mencapai 100 Triliun Rupiah, Seret Nama Mensos Juliari Batubara

"Jika Anda ingin memperkosa seseorang, pastikan mereka berusia di atas 18 tahun".

Ain pun merasa jijik dengan ungkapan guru tersebut.

"Dia benar-benar mengatakan itu, dan gadis-gadis itu diam, tetapi anak laki-laki itu tertawa seperti lucu sekali bercanda tentang pemerkosaan seseorang," kata Ain.

Video tersebut telah ditonton lebih dari 1,8 juta kali sejak diunggah dan unggahan media sosial Ain telah menghidupkan kembali perdebatan tentang pelecehan seksual, kebencian terhadap wanita dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di negara Asia Tenggara, yang merupakan rumah bagi mayoritas etnis Melayu yang beragama Islam, komunitas etnis Tionghoa dan India yang cukup besar serta berbagai kelompok Pribumi.

Video Ain itu muncul setelah kasus lain yang menyoroti viktimisasi dan pelecehan terhadap anak perempuan di sekolah.

Baca Juga: Madhi Roeji ‘Indigo’ Gambar Ramalan Rumah dan Air, Warganet: Tsunami atau Banjir Bandang?

Seorang aktivis hak asasi manusia dengan akun Twitter @TerryDieHeiden mengangkat masalah siswa perempuan yang menjadi subjek pemeriksaan berkala terkai praktik di mana guru melakukan pemeriksaan fisik pada siswa mereka termasuk menyentuh selangkangan anak perempuan untuk melihat apakah mereka mengenakan pembalut wanita atau menanyakan bukti darah menstruasi mereka.

Praktik pelecehan tampaknya berevolusi dari para guru yang memeriksa untuk melihat apakah siswi mereka benar-benar menstruasi pada saat itu karena wanita Muslim dibebaskan dari sholat dan puasa selama menstruasi.

Tweet tersebut yang diposting selama bulan puasa Ramadhan, dibagikan secara luas dan beberapa orang di media sosial mengonfirmasi bahwa praktik tersebut tetap umum di sekolah.

Kemudian beberapa wanita angkat bicara, mengungkapkan episode pribadi pelecehan seksual dan trauma yang mereka alami selama tahun-tahun pembentukan mereka.

“Dengan memaksa siswa dan anak-anak melakukan prosedur invasif seperti pemeriksaan berkala, dan menormalkannya, anak-anak tumbuh tanpa mempertanyakan figur otoritas ketika mereka menyerang atau mendikte kehidupan pribadi mereka dari siapa yang mereka cintai, apa yang mereka yakini, bagaimana mereka berpikir, dan sebagainya," kata TerryDieHeiden, yang dikutip Kabar Besuki dari Al Jazeera.

Baca Juga: Selingkuh Ternyata Sifat yang Menurun dari Orang Tua lho, Begini Penjelasan Pakar

Setelah Ain membuat tagar Twitter #MakeSchoolASaferPlace untuk menyoroti tanggapan bullyan yang dia terima karena telah berani berbicara kepada publik, ribuan orang Malaysia dari semua lapisan masyarakat turun ke media sosial untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Ain, berbicara menentang pelecehan seksual di sekolah.

Mantan menteri pendidikan Maszlee Malik dan anggota parlemen lainnya mengutuk serangan balik terhadap Ain dan kurangnya komentar dari sekolahnya dan Kementerian Pendidikan tentang masalah tersebut.

Pengalaman Ain menunjukkan gurunya jauh dari tidak biasa dan #MakeSchoolASaferPlace tumbuh. 

Dengan tagar #MakeSchoolASaferPlace para gadis akhirnya berani berbagi cerita pribadi yang mengerikan tentang pelecehan seksual -dari menampar dan mencubit hingga ancaman pemerkosaan dan mempermalukan tubuh - semua dilakukan oleh siswa dan pendidik laki-laki.

Terinspirasi oleh Ain, aktivis Puteri Nuraaina Balqis memulai halaman Instagram @savetheschoolsmy, mengumpulkan dan menerbitkan ratusan tuduhan pelecehan dari siswa saat ini dan mantan siswa. Sekitar 270 insiden telah diposting di platform.

Terlepas dari bukti yang semakin banyak, kaum konservatif secara terbuka mengkritik Ain karena "terlalu emosional".

Baca Juga: Sempat Dituding Jadi Istri Siri Uje, Begini Jawaban Oki Setiana Dewi

Menurut mereka, dia seharusnya diam saja dan menyelesaikan masalah ini secara pribadi.

Awal bulan ini, ketika Ain berpartisipasi dalam diskusi langsung Facebook tanpa kerudung dengan pemimpin oposisi Anwar Ibrahim tentang insiden tersebut, beberapa komentator mengutuknya karena tidak menutupi kepalanya dan menarik perhatian pada masalah yang mereka klaim tidak mendesak

“Ini seharusnya tidak terjadi. Benar-benar mengejutkan saya bagaimana masyarakat kita membiarkan ini terjadi, menganggapnya normal, dan hanya mengangkat bahu seolah-olah itu hanya 'lelucon', " ungkap Ain.

Hanya tiga hari setelah insiden awal, Ain menerima ancaman pemerkosaan dari salah satu teman sekelasnya.

Sebuah posting di akun Facebook kepala sekolahnya juga menegur Ain - menyebut remaja itu munafik dan "anak Setan yang mengenakan jilbab" setelah poster yang mempromosikan partisipasi Ain dalam wawancara langsung Facebook yang diselenggarakan oleh organisasi yang berbasis di Kuala Lumpur itu, gadis-gadis sekolah dasar Islam menunjukkan dia mengenakan jilbab.

Baca Juga: Terbangkan Balon Udara, 17 Warga Madiun Diamankan Polisi, Terancam Sanksi Penjara atau Denda Rp500 juta

Kepala sekolah kemudian memblokir akunnya, mengatakan bahwa dia telah diretas. Polisi sekarang sedang menyelidiki klaim tersebut.

"Mereka mencoba untuk membungkam saya seperti yang telah mereka lakukan dengan semua siswa lain sebelumnya," kata Ain.

Ain percaya bahwa dia memiliki hak istimewa atas kesempatan untuk bersuara ini, yang harus saya gunakan dengan bijak untuk memperbaiki keadaan di masyarakat kita.

Keluarga Ain melaporkan ancaman pemerkosaan tersebut ke polisi dan teman sekelasnya kemudian meminta maaf.

Hampir tiga minggu kemudian, guru pendidikan jasmani dipindahkan ke sekolah lain.

Perubahan positif

Baca Juga: Sinopsis Drama Korea MBC Here's My Plan Tayang Mulai 19 Mei 2021: Kehidupan Seorang Gadis yang Penuh Sengsara

Meskipun mendapat reaksi keras terhadap Ain, kasusnya telah menjadi katalisator untuk meningkatkan kesadaran tentang pelecehan berbasis gender di sekolah.

Stephen Isaac, seorang guru biologi berusia 35 tahun di Methodist Boys Sentul, sebuah sekolah menengah negeri untuk anak laki-laki di Kuala Lumpur, baru-baru ini menjadi berita utama nasional untuk membahas pelecehan seksual dan kasus Ain selama kelas biologi.

"Mereka percaya itu hanya berdasarkan fisik, tapi saya membuka pikiran mereka bahwa pelecehan seksual juga bisa terjadi melalui kata-kata, dan cara seseorang melihat sesuatu," kata Isaac.

Isaac juga menjelaskan bahwa dirinya mengajak murid-muridnya untuk membuat poster pelecehan seksual yang kemudian dia bagikan di media sosial.

"Begitu mereka meninggalkan sekolah, anak laki-laki ini akan menjadi pacar, suami, ayah, dan mereka harus sadar bagaimana menjadi manusia yang lebih baik," kata Isaac saat di wawancara oleh Al Jazeera.

Ia juga percaya bahwa memperkenalkan pendidikan seksual di sekolah dan memberikan pelatihan guru yang lebih baik adalah langkah kunci untuk menangani dan menyelesaikan pelecehan seksual dan penindasan maya dalam sistem pendidikan.

Baca Juga: Sinopsis Those Who Wish Me Dead, Tayang di Bioskop: Aksi Angelina Jolie Sebagai Smokejumper

Sementara itu, yang lain mengatakan tokoh otoritas dalam sistem pendidikan membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah dan bagaimana mereka dapat memastikan anak-anak yang mereka asuh terlindungi.

“Bagi saya, yang terpenting bagi kami adalah melatih para guru dan komunitas sekolah untuk memahami kebijakan perlindungan anak dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mencegah segala bentuk pelanggaran di sekolah,” ujar Cheryl Ann Fernando, CEO Pemimpin GSL , sebuah organisasi yang berbasis di Kuala Lumpur yang berfokus pada peningkatan keterampilan kepemimpinan sekolah.

Selain itu, sebagai penandatangan Konvensi PBB tentang Hak Anak, Malaysia telah memiliki undang-undang ekstensif yang seharusnya melindungi anak-anak dari bahaya, termasuk Undang-Undang Anak tahun 2001 dan Kebijakan Perlindungan Anak Nasional, yang diperkenalkan pada Juli 2009.

Baca Juga: Wimar Witoelar Juru Bicara Gus Dur Meninggal Dunia, Fadjroel Rachman: Bang Wimar Adalah Guru Saya

“Orang tua, guru, pemimpin sekolah, petugas distrik, dan kementerian harus bekerja sama untuk menemukan solusi guna membangun sekolah kita lebih baik," tegas Cheryl.***

Editor: Yayang Hardita

Sumber: Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler