Kedua, menurut politisi NasDem itu, perlu menggunakan perspektif penegakan hukum berdasarkan perspektif aparat penegakan hukum itu penting.
“Ketiga adalah edukasi, bagi kita dalam kultur yang masih feodalistik, hal ini masih dianggap tabu, masih saru, jadi ini yang perlu kita diskusikan,” katanya.
Ia menyarankan pembahasan RUU tersebut harus benar-benar hati-hati dan teliti, serta mendengarkan aspirasi publik yang berkembang harus didiskusikan.
Langkah itu menurut dia harus diambil agar tidak terjadi antara perspektif barat-timur, tradisi libertarian dengan ketimuran.
Baca Juga: Diduga Karena Masalah Ini, Sidang Perdana Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Menjadi Tertunda
Pendapat urgensi pengesahan RUU P-KS ini juga didukung argumen dari Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej.
“Untuk menanggulangi kekerasan seksual di mana mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan menyegarkan pengesahan RUU PKS yang berorientasi pada korban,” kata Wamenkumham Eddy O.S. Hiariej dalam webinar berjudul ‘Lindungi Perempuan dari Kekerasan Dare to Speak Up’ pada Senin lalu.
Menurutnya, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan paling serius. Hal itu lantaran perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang seharusnya dilindungi tapi malah menjadi objek kejahatan.
Eddy juga menyebutkan, hingga saat ini tercatat ada lebih dari 4.000 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Indonesia.***