Terdapat 65 Ribu Permintaan Dispensasi Perkawinan Anak Usia Dini, Menkes: Faktor Sosial Budaya Jadi Pendorong

- 18 Maret 2021, 16:10 WIB
Mnkes Budi Gunadi Sadikin
Mnkes Budi Gunadi Sadikin /ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
 
KABAR BESUKI - Menteri Kesehatan (Menkes) Bud Gunadi Sadikin mengatakan, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi untuk mencegah perkawinan anak. Salah satu faktornya adalah faktor sosial budaya. Sudut pandang sosial budaya melihat tindakan itu yang akan menjaga nama baik keluarga.
 
"Tantangan dan faktor pendorong perkawinan anak khususnya selama pandemi COVID-19 yang perlu kita atasi bersama adalah faktor sosial budaya, yaitu pandangan menikah dapat menghindarkan perbuatan zina serta untuk menjaga nama baik keluarga," ucap Menkes Budi dalam Seminar dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan.
 
Selain itu ada faktor lain dimana orang tua yang kehilangan sumber pendapatan dan memutuskan untuk menikahkan anaknya, supaya beban ekonomi keluarga bisa dikurangi.
 
 
Faktor lainnya adalah adanya pembatasan sosial dan sistem belajar dari rumah yang kemudian mengurangi aktifitas anak, dan terbatasnya layanan reproduksi remaja.
 
Menkes Budi juga menjelaskan adanya faktor konseling tatap muka yang dibatasi dengan pertemuan secara online tidak berjalan efektif.
 
Dia juga menyoroti, dimana penggunaan internet di rumah juga berarti meningkatkan kemampuan anak untuk terpapar kekerasan siber dan memudahkan mereka melakukan akses kepada konten pornografi.
 
Di luar faktor individu dan fasilitas, ada juga faktor influencer yang melakukan nikah muda. Serta belum adanya kesepakatan antasektor dalam memberikan rekomendasi pada permohonan dispensasi perkawinan.
 
 
"Beberapa hal ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi brsama guna mencegah perkawinan anak," ucap Budi.
 
Karenanya , Menkes mengapresiasi baik deklarasi gerakan pendewasaan usia perkawinan yang diprakarsai Majelis Ulama Indonesia (MUI), saja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) itu. Hal itu pun dilakukan demi menjaga kesehatan anak.
 
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA Lenny N. Rosalin pun menjelaskan bahwa marakbya praktik perkawinan anak disebabkan beberapa hal seperti ketidaksetaraan gender, faktor ekonomi dan kemiskinan, nilai budaya, globalisasi, dan faktor regulasi.
 
 
Menurut data Kementerian PPPA pada tahun 2019, rata-rata nasional proporsi perempuan usia 20-24 tahun menikah di bawah usia 18 tahun adalah 10,82 persen.
 
Angka itu menunjukkan penurunan dari 11,21 persen pada 2018.
Terkirim dispensasi kawin yang diperlukan untuk menikahkan anak di bawah usia kawin, data menunjukan bahwa ada 65.302 permintaan dispensasi yang diajukan kepada Pengadilan Agama pada tahun 2020 dengan 63.383 sampai ke putusan dan 1.475 dicabut.
 
Hal itu memperhatikan kenaikan dari 25.282 permohonan dispensasi yang masuk pada 2019 dengan 23.145 sampai ke putusan dan 1.060 dicabut.
 
"Kenaikan dispensasi salah satunya adalah karena naiknya usia minimum untuk memperolah dispensasi yaitu dari 16 tahun menjadi 19 tahun," kata Lenny, merujuk pada aturan baru di Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019.***

Editor: Surya Eka Aditama

Sumber: ANTARA


Tags

Terkini