Dia juga mempertanyakan maksud Moeldoko yang mengagung-agungkan Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung.
Menurutnya, pernyataan Moeldoko yang menyamakan Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung merupakan representasi dari feodalisme kekuasaan.
"Saya tentu nggak mungkin mengolok-olok orang tua karena orang tua itu nggak bisa diganti, walaupun orang tua itu bikin salah dia tetep ayah tetep ibu kan? Tapi presiden kalau bikin salah dia harus dikritik. Jadi presiden itu bukan orang tua, bukan bapak atau ibu, kita mesti hilangkan feodalisme ini," katanya.
Rocky Gerung mengatakan, presiden dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali sehingga posisinya dapat dilengserkan sewaktu-waktu.
Berbeda halnya dengan keberadaan orang tua yang bersifat abadi dan kekal sejak lahir hingga kapanpun.
"Presiden dipilih untuk memimpin kita, dan karena dia dipilih dia bisa diturunkan. Kita ganti presiden lima tahun, kita nggak ganti orang tua setiap lima tahun," ujar dia.
Rocky Gerung juga berpendapat, pernyataan Moeldoko yang menyebut Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung merupakan pernyataan orang-orang yang tidak memahami demokrasi karena menginginkan adanya pemimpin yang menjabat selama seumur hidup.
"Jadi kalau Pak Moeldoko punya perspektif bahwa Jokowi itu adalah orang tua, itu artinya dia jadikan presiden seumur hidup. Kan itu logikanya begitu, ini Pak Moeldoko juga nggak ngerti soal demokrasi," tuturnya.***