Dia juga mempertanyakan alasan hakim PN Jaktim yang mengutip pendapat tersebut melalui referensi di internet dan/atau skripsi dari seorang mahasiswa.
"Lucunya lagi, keonaran di dunia maya ini, di media sosial itu sebagai akibat terjadinya kesengajaan atau sadar kemungkinan. Majelis hakim mengutip pendapat itu dari internet dan/atau dari skripsi," katanya.
Direktur HRS Center juga mempertanyakan kewajaran putusan pengadilan yang merujuk pada pendapat dalam skripsi atau sebuah situs informasi tentang hukum.
Menurutnya, jika rujukannya tak jelas hal tersebut dapat menimbulkan kecurigaan di mata publik.
"Pertanyaan saya, apakah wajar putusan pengadilan merujuk kepada skripsi atau ke H*********e? Kalau dia merujuk ke buku (ahli) itu bagus, kita dapat melihat apakah benar yang dikutip itu. Sepanjang tidak ada rujukannya, referensinya, ini menimbulkan kecurigaan," ujar dia.
Direktur HRS Center kemudian memeriksa referensi yang digunakan oleh hakim PN Jaktim, dan ditemukan adanya dugaan plagiarisme di balik pendapat hukum yang disebutkan.
Temuan Direktur HRS Center menyebutkan, hakim PN Jaktim dinilai hanya mengubah sedikit terhadap diksi tertentu dalam pendapat hukumnya.
"Setelah saya periksa melalui sistem yang tersedia di internet, ternyata itu membuktikan adanya plagiarisme (copy paste). Hanya saja terhadap kata-kata tertentu diganti, selebihnya sama persis," tuturnya.***