Karena itu, setelah diambil sumpahnya sebagai pimpinan Densus 88, yang pertama kali dikunjunginya adalah Komnas HAM.
Di sisi lain, terkait deklarasi Fadli Zon yang menyerukan diakhirinya perang melawan terorisme, Amerika Serikat sendiri telah menutup perang melawan terorisme.
“Beliau tak paham apa yang kami lakukan. Kami gunakan penegakan hukum, beda war dengan law enforcement,” kata Jenderal Marthinus.
Inspektur Jenderal Marthinus menjelaskan, perang melawan terorisme dikenal sebagai operasi tanpa diskriminasi dan operasi yang mendiskriminasi.
Jadi jelas, dalam operasi non-diskriminatif ini berlaku jika Densus 88 menggunakan aturan perang. Namun faktanya Densus 88 termasuk kategori operasi diskriminatif.***